Jokowi Bisa Kehilangan Suara Dukungan Dari Petani Bila Anggap Remeh Polemik Impor Beras
Saat ini petani dan keluarganya pasti menunggu kebijakan populis yang menguntungkan petani dari Presiden Jokowi
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan tidak menganggap remeh tentang polemik impor beras antara Kementerian Perdagangan dengan Bulog.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog, Budi Waseso terlihat memiliki pandangan berbeda dengan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita soal impor beras.
"Jokowi bisa kehilangan suara dukungan dari petani bila menganggap remeh polemik impor beras," ujar Hendri Satrio kepada Tribunnews.com, Rabu (19/9/2018).
Dia melihat, saat ini petani dan keluarganya pasti menunggu kebijakan populis yang menguntungkan petani dari Presiden Jokowi.
Untuk itu dia menilai, sebaiknya Presiden Jokowi segera panggil Mendag, Mentan dan Dirut Bulog untuk mengakhiri polemik ini karena pasti polemik impor beras ini akan menjadi "senjata politik" bagi lawan Jokowi menjelang Pilpres 2019.
Baca: Respons Menteri Perdagangan Sikapi Pernyataan Dirut Bulog Soal Impor Beras
Dirut Perum Bulog, Budi Waseso, memutuskan untuk tidak melakukan impor beras karena produksi petani lokal dinilai mampu memenuhi kebutuhan nasional.
Menanggapi putusan tersebut, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan tidak masalah jika Budi Waseso memutuskan tidak impor beras.
Namun keputusan untuk impor beras tersebut menurut Menteri Perdagangan sudah berdasarkan Undang-Undang (UU) pangan dan Peraturan Presiden (PP) yang diputuskan dalam rapat koordinasi (rakor) sehingga ia juga mengeluarkan surat tugas impor kuota 2 juta ton kepada Bulog.
"Iya nggak apa-apa, jangan diperpanjang izinnya. Loh ya terserah, yang pasti rakortas memutuskan jumlah total itu 2 juta, itu keputusan rakor bukan keputusan saya," ujar Enggartiasto saat kunjungan ke Gudang Gakoptindo di Jakarta Barat, Rabu (19/9/2018).
Enggar melanjutkan keputusan impor beras pun karena produksi beras nasional kurang dengan rentan impor hingga Juli 2018.
Rinciannya impor 500 ton yang diputuskan Januari 2018, 500 ton selanjutnya ditetapkan pada Maret 2018 dan 1 juta ton pada April 2018.
Baca: Buwas Marah soal Impor Beras, Sindir Dirut Bulog Lama hingga Sebut Pengkhianat
"Kita sebenarnya sampai dengan Juli. Tapi surat Bulog meminta agar izin impor diperpanjang. Kita keluarkan, setuju perpanjangan pertama dan kedua belum sampai akibat cuaca," kata Enggartiasto.
Sementara itu, Budi Waseso menyebutkan Indonesia tidak perlu mengimpor beras hingga Juni 2019 karena cadangan beras pemerintah di gudang Bulog terdapat 2,4 juta ton yang akan dipakai untuk distribusi Beras Sejahtera (Rastra) sebanyak 100 ribu ton sehingga menyisakan 2,3 juta ton.
Jumlah tersebut akan ditambah 400 ribu ton pada bulan Oktober 2018 yang merupakan sisa impor tahun lalu sebesar 1,8 juta ton.
Dari tambahan dan stok yang tersedia, Bulog akan memiliki cadangan beras sebanyak 2,7 juta ton.
"Dengan serapan yang tiap hari dalam kondisi kering, masih menyerap 4.000 ton per hari. Dari 4.000 ton diserap melalui Operasi pasar 1.000 ton per harinya," papar Budi Waseso di Kantor Perum Bulog, Jakarta Pusat, Rabu (19/9/2018).
Sehingga, Buwas mengatakan dari jumlah tersebut maka stok akhir tahun 2018 bisa mencapai hampir 3 juta ton.
"Yang kami lakukan ya tinggal menjaga ini (stok beras). Masa harus bertahan pada impor?," ucapnya.(*)