Tak Penuhi Panggilan Penyidik Dua Kali, Jaksa Agung Minta Alex Noerdin Kooperatif
Jaksa Agung HM Prasetyo meminta Alex untuk bersikap kooperatif dalam kasus tersebut.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dua kali mangkir dari panggilan tim penyidik Kejaksaan Agung.
Diketahui, Alex dipanggil untuk diperiksa terkait kasus tindak pidana dana hibah dan bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2013.
Menanggapi hal itu, Jaksa Agung HM Prasetyo meminta Alex untuk bersikap kooperatif dalam kasus tersebut.
“Kita harapkan yang bersangkutan kooperatif. Jadi tidak ada gunanya mengulur waktu, tidak ada gunanya mempersulit proses hukum supaya semuanya selesai, tuntas, dan jelas,” ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung RI, JAKARTA Selatan, Jumat (21/9/2018).
Ia menyebutkan ketika Alex diminta hadir pada Kamis (20/9) kemarin, itu merupakan panggilan kedua dari tim penyidik. Sementara panggilan pertama dilakukan pada 13 September lalu.
Alex sendiri tidak hadir memenuhi kedua panggilan itu dengan alasan berbeda-beda. Namun hal itu disebut Prasetyo masih bisa diterima.
Lebih lanjut, Kejagung, kata dia, telah menjadwalkan pemanggilan ulang pada Alex.
“Kemarin (Alex Noerdin, - red) dua kali diundang nampaknya alasannya bisa cukup diterima lah, kita berpikir positif saja, positif thinking saja ketidakhadiran karena pelaksana tugas-tugas negara,” kata Prasetyo.
“Diharapkan akan diundang lagi untuk laporan dari Jampidsus diundang lagi untuk ketiga. Sekali lagi ini melanjutkan putusan Praperadilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” pungkasnya.
Sebelumnya, mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, rencananya diperiksa sebagai saksi terkait kasus yang telah merugikan keuangan negara senilai Rp 21 miliar itu pada Kamis (20/9/2018).
Namun, Alex tak dapat memenuhi panggilan pemeriksaan dari penyidik Kejagung pada panggilan kedua tersebut.
Kejagung telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana bantuan sosial dan hibah pada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Keduanya adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sumatera Selatan, LT dan mantan Kepala Kesbangpol Propinsi Sumatera Selatan bernama I.
Dari hasil penyelidikan, diduga dari perencanaan, penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawaban terhadap dana hibah dan bantuan sosial tersebut yang diberikan langsung oleh Gubernur Sumatera Selatan dilakukan tanpa melalui proses evaluasi atau klarifikasi biro terkait.
Sehingga diduga terjadi pertanggungjawaban penggunaan yang fiktif, tidak sesuai peruntukan, dan terjadi pemotongan.
Sejauh ini, penyidik telah memeriksa sekitar 1.000 orang saksi baik dari pemerintahan maupun penerima bantuan, pengumpulan dokumen, surat, dan berkas yang menyangkut pelaksanaan kegiatan hibah dan bantuan sosial tersebut.
Total anggaran untuk dana hibah dan bansos dari APBD Sumsel sebesar Rp 1,2 triliun. Sementara itu, diduga, kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini sebesar Rp 2.388.500.000.