Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terdakwa BLBI Syafrudin Siap Dengarkan Putusan Majelis Hakim

Syafruddin sendiri sudah hadir di ruang sidang menggunakan kemeja batik lengan panjang. Dia tampak tenang menunggu putusan hakim

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Terdakwa BLBI Syafrudin Siap Dengarkan Putusan Majelis Hakim
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Sekretaris Kabinet Bambang Kesowo memberikan keterangan sebagai saksi ahli pada persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi BLBI dengan terdakwa Syafrudin Arsyad Temenggung, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8/2018). Dalam persidangan tersebut Bambang mengungkapkan keputusan sidang kabinet yang dipimpin Presiden Megawati ketika itu dan terkait penghapusan bukuan utang petani tambak Dipasena lebih kepada pertimbangan faktor keamanan berupa kerusuhan sosial, bukan terkait dengan penyelesaian kewajiban BLBI pemilik Bank BDNI. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra, Kuasa Hukum Syafrudin, terdakwa kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI),mengaku dia dan kliennya siap mendengarkan vonis dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang akan dibacakan pada, Senin (22/9/2018) siang ini.

Pantauan Tribunnews.com, saat ini ruang sidang sudah dipenuhi oleh para peserta sidang yang ingin mendengarkan langsung vonis yang akan diterima Syafruddin.

Baca: Hari Ini Hakim Tipikor Jakarta Bacakan Vonis untuk Terdakwa BLBI, Syafruddin Arsyad Temenggung

Beberapa anggota keluarga dari Syafruddin telah hadir memberikan dukungan.

Syafruddin sendiri sudah hadir di ruang sidang menggunakan kemeja batik lengan panjang. Dia tampak tenang menunggu putusan hakim.

Bahkan, sesekali Syafruddin tampak asyik bercanda gurau dengan awak media.

‎Mengomentari persidangan yang selama ini berlangsung, Yusril menganggap persidangan sudah berlangsung cukup fair dan lama.

Berita Rekomendasi

Para pihak juga telah menghadirkan saksi maupun ahli serta alat bukti ke persidangan.

"Kami sih berkeyakinan tidak terdapat cukup bukti ya untuk menyatakan bahwa Pak SAT (Syafruddin) ‎bersalah. Ada beberapa alasan, pertama soal tempus delicti kapan terjadi tindak pidana," ucap Yusril di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Yusril menjelaskan , menurut auditor BPK dan saksi di sidang, kerugian negara mulai terjadi tahun 2017.

Dimana semua mengakui bahwa tagihan oleh PT Dipasena itu diserahkan oleh Syafruddin selaku Ketua BPPN tahun 2014 ke Menteri Keuangan jumlahnya Rp 4,8 triliun.

"Lalu dijual tahun 2017 senilai Rp 220 m sehingga kerugian negara mencapai Rp 4,58 triliun. Jadi tempus delictinya bukan lagi sebagai Kepala BPPN jadi mengapa ini harus di pertanggung jawabkan ke Pak Syafruddin," paparnya.

Hingga jelang vonis, Yusril masih berkeyakinan kliennya itu ‎tidak cukup alasan untuk dihukum dalam kasus ini. Mengenai apapun keputusan hakim, diungkap Yusril, pihaknya akan menghormati.

"Apapun nanti kita dengar dulu dan kita hormati putusan hakim. Sebagai pengacara saya sudah melaukan upaya pembelaan yang maksimal dengan cara fair, yang sah dan konstitusional, apapun putusan hakim, kami dengar," imbuhnya.

Diketahui sebelumnya, Syafruddin dituntut oleh jaksa KPK dengan pidana penjara selama 15 tahun penjara‎ dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Dia dinilai terbukti merupakan pelaku aktif dan melakukan peran yang besar dalam pelaksanaan kejahatan, pelaksanaan kejahatan menunjukkan adanya derajat keahlian dan perencanaan terlebih dulu.

‎Dalam perkara ini, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun‎ 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Baca: Fadli Bilang Wajar Demokrat TidakTanda Tangan Deklarasi Kampanye Damai

Syafruddin dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.

Dia diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI bersama Dorojatun Kuntjoro Jakti, mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan) kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim selaku pemegang saham BDNI pada 2004.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas