Sarwono Menolak Ajakan Soeharto untuk Menjadi "Orang Cendana"
karena tak sekali pun Pak Harto mengucapkan ajakan masuk 'inner circle'. Apalagi, Sarwono adalah bawahan Presiden.
Editor: Rachmat Hidayat
"Setelah saya renungkan baik-baik, saya memutuskan tetap berada di Koridor Tengah. Bagaimanapun, berada dalam posisi ini saya akan dapat selalu menjaga jarak dengan kalangan elite puncak politik. Di situ saya hanya bekerja dalam batas mandat yang diberikan, tentunya dengan sentuhan kreativitas dan pendekatan sistem," begitu keputusan Sarwono.
Masalah berikutnya adalah bagaimana cara Sarwono menyampaikan sikapnya itu kepada Pak Harto. Jelas dia tidak bisa langsung menyampaikan kata menolak, karena tak sekali pun Pak Harto mengucapkan ajakan masuk 'inner circle'. Apalagi, Sarwono adalah bawahan Presiden.
Kesempatan untuk menyampaikan sikap itu pun akhirnya tiba, ketika dalam pertemuan berdua Pak Harto bercerita mengenai hal-hal yang bersifat pribadi. Inilah kesempatan itu, pikir Sarwono.
"Pak Harto, saya merasa mendapat banyak hal dalam diskusi selama ini,” begitu ucapan saya kepada Pak Harto. ”Tapi, mohon maaf, saya tidak terbiasa bercakap tentang hal-hal yang terlalu pribadi. Lagi pula Bapak belum memberikan arahan kepada saya selaku menteri, padahal beberapa laporan sudah saya sampaikan”.
Sekilas wajah Pak Harto terlihat berubah mengeras. Kemudian beliau katakan, ”Silakan minum.”
Setelah berbasa-basi sejenak, saya pun pamit. Alangkah leganya perasaan saya saat itu.
Beberapa waktu kemudian, ketika Sarwono kembali memohon waktu untuk bertemu Presiden, ia diberi waktu pukul 10 pagi di Bina Graha, kantor resmi Presiden, bukan di Cendana lagi. Menurut Sarwono, suasana pertemuan tampak sudah berbeda. Dalam kesempatan tersebut, Presiden memberi arahan tentang pelaksanaan Pengawasan Melekat.
Sejak saat itu, tak pernah sekali pun Soeharto mengundang Sarwono ke Cendana untuk berbincang berdua.