Data Riwayat Kesehatan Penting untuk Kecepatan Penanganan
Ia menegaskan, seluruh 560 Anggota DPR RI harus mempunyai back up data perihal riwayat kesehatannya.
Editor: Content Writer
Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Rendy M. Affandy Lamadjido menekankan pentingnya data riwayat kesehatan atau database medical record bagi semua Anggota DPR RI untuk memudahkan rumah sakit dan para medis dalam menangani pasien.
Ia menegaskan, seluruh 560 Anggota DPR RI harus mempunyai back up data perihal riwayat kesehatannya.
“Karena banyak terjadi masalah ketika muncul insiden yang sampai fatal hingga meninggal, karena proses penanganan sejak awal yang tidak tepat atau mungkin pemberian obat yang salah,” ungkap Rendy saat mengikuti Kunjungan Kerja BURT DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Nurhayati Monoarfa meninjau Rumah Sakit Mitra Keluarga Surabaya selaku provider program Jamkestama, di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (10/10/2018).
Ia bercerita, pernah terjadi tahun 2006 silam, karena ketidaktahuan tenaga medis akan riwayat kesehatan Anggota DPR RI saat penanganan, sehingga yang terjadi pasien malah menjadi bengkak-bengkak dan mukanya hitam hingga tak tertolong lagi, hingga akhirnya meninggal dunia.
“Menjadi pelajaran kita semua riwayat kesehatan ini penting untuk kecepatan penanganan jika terjadi insiden. Para dokter bisa melihat riwayat si pasien pernah mengalami tindakan operasi apa saja misalnya, adakah alergi terhadap obat-obatan tertentu. Penanganan pertama ini maha penting sekali," imbuh Rendy.
Legislator PDI Perjuangan ini menilai penggunaan chip harus segera direalisasikan oleh Jasindo, sebagai upaya mem-back up data riwayat kesehatan para Anggota DPR RI. Data tersebut nantinya juga di-share ke semua rumah sakit yang menjadi provider layanan Jamkestama.
“Kalau ini sudah terlaksana, bila ada Anggota DPR yang terkena serangan saat berkunjung ke daerah lain, maka penanganan pertama akan lebih mudah dan cepat dengan tersedianya informasi awal dari si pasien,” tukas Anggota Komisi V DPR RI itu.
Masalah lain terkait pendaftaran pasien di RS masih kerap terjadi akibat kesalahpahaman. Bagi para petinggi RS mungkin sudah faham prosedurnya, namun banyak staf (karyawan) di bawahnya yang terkadang tidak memahami prosedurnya, sehingga masih menanyakan banyak hal, seperti kartu peserta, rujukan dan hal administrasi lainnya.
“Hal semacam ini seharusnya bisa diminimalisir dengan sistem online dan ketersediaan database yang memadai, sehingga pihak rumah sakit bisa bertindak cepat dalam menolong pasien tanpa terhambat masalah birokrasi,” tutup legislator dapil Sulawesi Tengah ini.(*)