Sekjen PB MDHW: Kami Menginisiasi Ngaji Kitab Kuning di Luar Pesantren
Hery Haryanto Azumi menuturkan budaya mengaji kitab kuning perlu terus digelorakan tidak hanya di kalangan pesantren
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) bekerjasama dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Al Muwasholah akan menggelar pengajian Kitab Bahjatul Mahafil (karya Imam Yahya Al 'Amiri) dan Adabul 'Alim Wal Muta'allim (karya KH. Hasyim Asy'ari) bersama Habib Umar bin Hafidz.
Acara tersebut, sedianya digelar pada Sabtu (13/10/2018), di Aryaduta Jakarta. Acara ngaji bareng tersebut disebutkan merupakan agenda rutin yang diselenggarakan setiap bulan.
Untuk kali ini, acara lebih istimewa karena selain dihadiri langsung Habib Umar bin Hafidz, yang biasanya hadir melalui teleconference, juga diisi dengan “Dialog Peradaban Lintas Agama”.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Majelis Dzikir Hubbul Wathon (PB MDHW) Hery Haryanto Azumi menuturkan budaya mengaji kitab kuning perlu terus digelorakan tidak hanya di kalangan pesantren, namun juga di luar pesantren.
“Jika ngaji kitab kuning biasanya hanya digelar di pesantren, kami menginisiasi ngaji kitab kuning di luar pesantren. Seperti yang kami gelar bersama Habib Umar bin Hafidz di Aryaduta Jakarta,” kata Hery Haryanto Azumi, dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (12/10/2018).
Menurut Hery, mengaji kitab kuning penting karena dua alasan. Pertama, kitab kuning merupakan kitab warisan dari para ulama terdahulu.
Dia mengatakan, tidak mudah untuk seseorang membaca kitab ini. Untuk bisa membaca atau memahami kitab kuning, kata dia, seorang santri harus memahami juga dan menguasai alat penunjangnya terlebih dahulu.
Kedua, lanjutnya, kitab kuning punya kelebihan, manfaat dan juga keistimewaan.
Dengan memahami kitab kuning, jelas Hery, sedikit banyak akan tahu apa yang tersirat dan apa yang tersurat dalam Alquran dan Hadits.
Karena itu, menurut Hery, ngaji kitab kuning bersama Habib Umar bin Hafidz kali ini punya dua pesan.
Pesan pertama adalah persatuan umat. Hal itu lantaran acara tersebut akan dihadiri oleh peserta dari lintas agama.
“Acara akan dihadiri peserta dari lintas agama. Harapannya tentu untuk memperkokoh persatuan umat. Hal ini penting mengingat tahun ini adalah tahun politik. Jangan sampai tahun politik memecah belah bangsa,” katanya.
Pesan kedua adalah untuk menyongsong Hari Santri Nasional (HSN) pada 22 Oktober 2018 mendatang. Sebab, bagi santri, keberadaan kitab kuning dijadikan sebagai media utama serta rujukan dalam membahas dan menyelesaikan suatu permasalahan.
“Di pesantren, semua cabang ilmu rujukan utamanya adalah kitab kuning. Kitab kuning adalah ruh dari pendidikan pesantren,” tutur Hery.
Selain itu, Hery mengatakan bahwa ngaji kitab kuning bulanan juga dapat mempererat tali silaturahim para kiai dan habaib.
"Kiai dan habaib harus bersatu karena merekalah pilar Islam yang ada di Indonesia," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.