Saksi Ungkap Pengakuan Soal Kasus Henry J Gunawan
Persidangan kasus penipuan kongsi pembangunan dan pengelolaan Pasar Turi yang menjerat Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP)
Penulis: FX Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Persidangan kasus penipuan kongsi pembangunan dan pengelolaan Pasar Turi yang menjerat Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) Henry Jocosity Gunawan kembali berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (15/10/2018).
Sidang yang dipimpin Hakim Anne Rusiana diruang sidang Candra ini beragendakan dua pemeriksaan saksi BAP dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dan Harwaedi. Dua saksi tersebut adalah Totok Lusida dan Paulus Weily Affandi alias Weifan.
Totok Lusida mendapat giliran pertama untuk didengarkan kesaksiannya sebagai anggota Gala Megah Investment Joint Opertation (GMI- JO), perusahaan pemenang tender pembangunan dan pengelolaan Pasar Turi.
Dalam kesaksiannya, terdakwa Henry disebut telah menyimpang dari aturan kesepakatan yang dibuat dengan Pemkot Surabaya terkait kerjasama pembangunan dan pengelolaan Pasar Turi dgn perusahaan joint operation tersebut.
Menurut Totok, terdakwa Henry saat itu menyingkirkan semua peserta JO, termasuk saksi Totok, yang bertujuan untuk menguasai semua hasil penjualan stand atau kios yang telah tercatat sebesar Rp 1,7 triliun dengan mengalihkan rekening penjualan stand ke rekening GBP.
"Henry berjalan diluar aturan, serta tidak pernah ada laporan ke para anggota JO, termasuk hasil penjualan stand,"terang Totok Lusida saat bersaksi.
Dijelaskan Totok, saat memenangkan tender pembangunan dan pengelolaan Pasar Turi ini, Henry masuk dalam JO dengan mengatakan akan menjamin semua biaya pembangunannya. Namun akhirnya totok mengetahui Henry tidak mempunyai cukup dana, sehingga ia mencari investor untuk membantu proyek tersebut.
Namun, ditengah perjalanannya ada masalah dengan para investor dari PT Graha Nandi Samporna (GNS) yang juga sebagai pelapor dalam perkara ini.
"Saat terjadi masalah itu, ada upaya mediasi dengan anggota JO dan para investor lainnya melalui Weifan dan La Nyalla,"jelas Totok.
Dalam mediasi tersebut, lanjut Totok, akhirnya menghasilkan kesepakatan antara terdakwa Henry dengan para investor yakni Teguh Kinarto, Sindo Sumidomo alias Asoei dan Widjojono Nurhadi.
"Tapi saya tidak tau apa isi kesepakatan antara terdakwa dengan investor,"sambung Totok diakhir persidangan yang keterangannya ditolak oleh terdakwa Henry.
Sementara saksi Paulus Weily Affandi alias Weifan membenarkan telah menjadi mediator saat terjadi perselisihan tersebut.
"Iya saya yang memediasi bersama pak Nyala"terang pengusaha yang akrab dipanggil Weifan.
Dalam mediasi tersebut, lanjut Weifan, para pihak telah membuat notulen kesepakatan yang telah ditanda tangani para pihak yakni Henry, Teguh Kinarto, Widji serta dirinya dan Nyala. "Notulen kesepakatan itu tidak langsung saya bawa, baru diserahkan ke saya tahun 2014. Notulen kesepakatan ini yang saya bawa dan saya tunjukkan kepada majelis Hakim,"ujar Weifan.
Namun keterangan Weifan sempat mendapat sanggahan dari terdakwa Henry maupun tim pembelanya. Adanya perbedaan tambahan kalimat dalam notulen perdamian itu menjadi pemicu debat kusir.
Perbedaan itu terkait adanya tambahan kalimat yang tidak pernah ada didalam notulen yang ditanda tangani para pihak.
Tulisan tangan yang dipersoalkan adalah mengenai permintaan Henry untuk tidak mencairkan dulu giro yang diserahkan ke Teguh Kinarto sebelum dibuatkan dulu akte nya. Dimana menurut Weifan tulisan itu tidak tercantum di notulen kesepakatan tersebut.
Debat mengenai keaslian notulen kesepakatan yang dipegang Weifan pun terus terjadi. Mengingat pihak terdakwa bersikukuh bahwa notulen asli sudah ada isi tulisan tersebut.
"Seingat saya tidak ada tambahan tulisan yang dibawah itu selain tulisan yg ditulis tangan oleh Henry," ujar Weifan.
Selain itu terkait permintaan terdakwa Henry yang meminta saksi Weifan untuk menyampaikan ke Teguh Kinarto agar tidak mencairkan dahulu bilyet giro sebagai kompensasi PT GNS dikeluarkan dari PT GBP tidak dibantah saksi Weifan.