Survei Kompas: Apresiasi Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK Mengalami Penurunan
Penurunan apresiasi tersebut bersamaan dengan munculnya sejumlah narasi terkait kontestasi di Pemilu 2019 yang ditujukan ke pemerintah.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mengalami penurunan setelah meningkat signifikan pada April 2017 hingga April 2018.
Hal itu terlihat dari survei Litbang Kompas pada 24 September-5 Oktober 2018.
Seperti dikutip Kompas, apresiasi publik kini ada di angka 65,3 persen.
Angka itu setara dengan hasil survei Litbang Kompas pada Januari 2015 (tiga bulan pemerintahan Jokowi-Kalla) yang ada di angka 65,1 persen atau saat dua tahun pemerintahan Jokowi-Kalla pada Oktober 2016 yang ada di angka 65,9 persen.
Data Litbang Kompas, apresiasi publik pada April 2017 berada di angka 63,1 persen, lalu naik pada Oktober 2017 di angkat 70,8 persen, kemudian meningkat kembali pada April 2018 di angka 72,2 persen.
Baca: Guyonan Para Menteri saat Paparkan Capaian Kinerja 4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK
Penurunan apresiasi terjadi di bidang hukum dan kesejahteraan sosial.
Penurunan apresiasi tersebut bersamaan dengan munculnya sejumlah narasi terkait kontestasi di Pemilu 2019 yang ditujukan ke pemerintah.
Narasi itu, misalnya, tentang kemiskinan dan kondisi ekonomi, atau pertanyaan tentang sejumlah proses hukum.
Sejumlah peristiwa politik menunjukkan, tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah dan narasi yang muncul diseputarnya, menjadi faktor penting dalam kontestasi seperti pemilu.
Sementara itu, pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla menerima kritik yang disampaikan berbagai pihak.
Kendati demikian, pemerintah tetap meyakini bahwa masyarakat cukup puas dan menilai baik pemerintahan yang sudah berjalan.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, pemerintah menyadari akan ada kritik yang disampaikan pihak-pihak oposisi sebab saat ini sudah masuk masa kampanye. Pemerintah sendiri siap dan menerima kritik.
“Bagi pemerintah, kritik adalah obat kuat. Kami sama sekali tidak alergi atau menafikan (kritik). Pemerintahan siapapun perlu dikritik,” tuturnya.
Kendati demikian, Pramono meyakini masyarakat cukup puas dengan apa yang dilakukan pemerintah.
Temuan survei Litbang Kompas pun dinilainya tak berbeda jauh dengan survei-survei lembaga lainnya.
Di masa pendewasaan demokrasi, lanjut Pramono, diakui akan ada pemilih mengambang terutama di wilayah perkotaan yang berkisar 10-11 persen pemilih.
Hal ini dinilai wajar dalam demokrasi. Pemerintah pun siap untuk merebut simpati publik.
“Kami di pemerintahan meyakini itu bisa dilakukan. Jadi sekali lagi, kritik dan survei menjadi referensi pemerintah,” tuturnya.
Di sisi lain, Prabowo Subianto capres saingan Joko Widodo pada akhir pekan lalu di Denpasar menyebut sejak kemerdekaan 1945 sampai saat ini, 99 persen masyarakat Indonesia masih hidup apa adanya atau pas-pasan.
Adapun kekayaan hanya dikuasai segelintir warga saja.
Prabowo mengklaim angka ini berasal dari Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya.
Pramono balas menyindir.
Ya, satu persennya pasti (termasuk) Pak Prabowo-lah ya,” ujarnya.
Sejauh ini, tambah Pramono, kepuasan publik atas kondisi ekonomi Indonesia masih sangat baik. Oleh karenanya, dia mempertanyakan dari mana angka yang disampaikan Prabowo.