Boni Hargens Sebut NU Tengah Disasar Kelompok Radikal
"Itu sebuah provokasi yang serius dan yang dibakar adalah bendera HTI," ujar Boni di kawasan Cikini
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Boni Hargens menyebut organisasi Islam Nahdlatul Ulama tengah disasar oleh kelompok-kelompok radikal.
Boni menerangkan, kasus pembakaran bendera di Garut, Jawa Barat, dipicu oleh sekelompok orang membawa bendera yang diduga bendera Hizbut Tahrir Indonesia.
Baca: Pembakaran Bendera, Menag: Tahan Diri dan Tak Perlu Main Hakim Sendiri
"Itu sebuah provokasi yang serius dan yang dibakar adalah bendera HTI," ujar Boni di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/10/2018).
Sebab, ucap Boni, sudah ada imbauan dari pihak penyelenggara acara Hari Santri Nasional, bahwa peserta yang hadir tidak diperkenankan membawa bendera lain, selain merah putih.
Namun, seorang pria bernama Uus Sukmana (34) membawa bendera yang diduga bendera HTI.
"Dia muncul bawa ransel dan bawa bendera, lalu dikibarkan di tengah masaa, buat saya secara hukum, mens rea terpenuhi bahwa ada upaya provokasi," tutur Boni.
Boni pun meminta kepada pihak kepolisian agar mengusut tuntas kasus tersebut. Termasuk dugaan adanya orang lain di balik otak kasus ini.
Namun, menurut Boni, ada upaya untuk memprovokasi masyarakat dengan isu-isu agama dan sasarannya kali ini adalah Nahdlatul Ulama.
Karena NU, termasuk, Banser dan GP Ansor masih menjadi kekuatan terbesar yang melindungi nasionalisme, NKRI, dan Pancasila.
"Buat kelompok-kelompok yang khilafah, kelompok radikal, tentu saja NU adalah ancaman. Maka dalam konteks mencapai tujuan politik mereka untuk membangun khilafah, saya menduga langkah, tahap awal adalah menghancurkan NU sebagai penjaga NKRI," ucapnya.
Menurut Boni, kasus pembakaran bendera bukanlah, kasus persoalan agama.
Baca: Tanggalkan Jabatan Komisaris PT Liga Indonesia Baru, Glenn Sugita Pilih Fokus Persib Bandung
Tapi, lebih kepada provokasi politik, dari kelompok radikal yang ingin mendirikan khilafah di Indonesia,
"Dan dia memakai momen politik ini sebagai kuda troya," katanya.