Revisi UU BPK Jadikan BPK Lembaga Kredibel dan Mandiri
Ini merupakan upaya dari Komisi XI DPR RI untuk menjadikan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan atau eksternal auditor tertinggi negara profesional
Editor: Content Writer
Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengatakan, revisi UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan upaya dari Komisi XI DPR RI untuk menjadikan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan atau eksternal auditor tertinggi negara yang profesional, mandiri dan kredibel.
“Tapi di satu sisi, kita perlu mengacu kepada UUD 1945 yang harus kita jadikan rujukan, karena di dalam UUD 1945 disebutkan secara jelas bahwa Anggota BPK itu dipilih oleh DPR, melalui pertimbangan DPD,” ungkapnya usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik dengan jajaran BPK Provinsi Jawa Timur dan civitas akademika Universitas Airlangga di Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Kamis (25/10/18).
Selain itu, Andreas juga menyoroti soal pengambilan keputusan yang sifatnya kolektif kolegial. Menurutnya, keputusan harus diambil dan dilakukan secara kolektif kolegial, mengingat BPK adalah badan pemeriksa yang sudah bisa dipastikan memiliki auditor yang melakukan pemeriksaan dan bertanggung jawab penuh terhadap hasil pemeriksaan tersebut.
Hal lainnya yang menjadi sorotan Andreas adalah kedudukan auditor di BPK sendiri, yang menurutnya lebih baik auditor posisinya berada langsung di bawah Anggota BPK.
Mengingat saat ini kedudukan auditor di bawah Sekretariat Jenderal BPK yang juga merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), dan ini mempengaruhi independensi lembaga BPK itu sendiri.
“Apakah tidak langsung di bawah Anggota BPK itu sendiri, karena ini menyangkut masalah independensi dari auditor itu sendiri. Di satu sisi dia sebagai auditor yang juga ASN, ini menjadi juga masukan yang penting bagi kita,” kata legislator PDI-Perjuangan ini.
Terkait harapan untuk menjadikan BPK sebagai lembaga mandiri dan kredibel, Andreas menjelaskan kemandirian itu dalam berbagai bentuk, diantaranya, mandiri dalam menentukan anggarannya sendiri, karena saat ini Anggaran BPK masih ditentukan oleh Kementerian Keuangan.
Hal ini menurut Andreas dapat mempengaruhi kemandirian BPK.
“Kalau anggarannya ditentukan oleh pemerintah, itukan bisa mempengaruhi kemandirian karena bagaimana mau melakukan pemeriksaan yang lebih luas, kalau anggarannya terbatas,” tandas legislator dapil Jawa Timur itu.
Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI itu menambahkan, kemandirian yang harus dimiliki oleh BPK adalah kemandirian dalam membentuk dan menentukan anggota dan auditornya sendiri, apakah harus berasal dari ASN atau seperti lembaga independen lain seperti Bank Indonesia, yang bisa menentukan sendiri pegawainya.
Hal ini yang juga menjadi pertimbangan dalam pembahasan revisi UU BPK.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Willgo Zainar mengatakan yang paling dominan yang harus dibahas adalah upaya untuk menghadirkan BPK yang independen secara kualifikasi dan rekam jejaknya, juga independen secara unsur partai politik, dimana BPK sendiri benar-benar seutuhnya menjadi badan supreme auditor.
“Yang menjadi acuan dari seluruhnya, baik tidak ada kaitan dengan pemerintah, maupun juga kaitan dengan unsur partai politiknya. Nah tapi tentu kita akan melakukan pembahasan lebih detailnya seperti apa kualifikasi tersebut dalam revisi UU BPK ini,” kata legislator Partai Gerindra itu.
Willgo juga menjelaskan dengan adanya Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) lagi di DPR RI, dapat memperkuat DPR RI dalam menindaklanjuti hasil temuan BPK.
Mengingat BPK adalah badan pemeriksa bukan sebagai badan pengawas, pengawasnya tetap DPR RI yang nantinya hasil pemeriksaan atau audit BPK itu diserahkan ke DPR RI dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Dan jika mengalami penyimpangan maka, hal itu akan diserahkan kepada aparat penegak hukum.
“Nah tindak lanjutnya oleh DPR sebagai lembaga yang salah satu fungsinya mengawasi. DPR telah memiliki BAKN, nah BAKN inilah yang akan menindaklnjuti bersama komisi-komisi terkait, hal-hal yang menjadi temuan dan hal-hal yang menjadi perhatian BPK terkait hasil pemeriksaan tahunannya,” tutup legislator dapil NTB itu yang juga Wakil Ketua BAKN ini. (*)