Idrus Marham Ngaku 'Nggak Enak Body' di KPK
Idrus Marham menjalani pemeriksaan singkat, hanya sekira kurang lebih 2 jam. Ia keluar dari Gedung Merah Putih KPK pada pukul 14.59 WIB.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Sosial, Idrus Marham, baru saja selesai menjalani pemeriksaan di KPK.
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu tiba sekira pukul 13.22 WIB di gedung lembaga antikorupsi.
Idrus Marham menjalani pemeriksaan singkat, hanya sekira kurang lebih 2 jam. Ia keluar dari Gedung Merah Putih KPK pada pukul 14.59 WIB.
Ketika sampai di pintu keluar Gedung KPK, Idrus terlihat memasang senyum pada wajahnya.
Namun, saat dilontarkan pertanyaan terkait permintaan uang sebesar USD 2,5 dolar kepada Johannes Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd., Idrus mengaku sedang tidak enak badan.
"Saya lagi apa... Saya lagi nggak enak body," ucap Idrus Marham singkat di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/11/2018), sebelum menaikki mobil tahanan.
Diketahui, Mantan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, diduga meminta uang USD 2,5 juta dolar kepada Johannes Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.
Permintaan itu diduga untuk keperluan Idrus menjadi ketua umum Partai Golkar.
Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (1/11/2018) lalu.
Idrus bersaksi untuk terdakwa Johannes Kotjo.
Dalam persidangan, jaksa memutar rekaman percakapan antara Idrus dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Eni Maulani Saragih merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.
Baca: RS Polri Berikan Tahap-tahap Terapi Hiperbarik kepada Para Penyelam
Dalam percakapan tersebut, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham membicarakan permintaan uang kepada Kotjo.
Kotjo merupakan pengusaha yang akan mengerjakan proyek PLTU Riau 1.
Berikut petikan percakapan Idrus dan Eni:
Eni: Karena dulu saya ingetin untuk suruh tanda tangan. Begitu tanda tangan ini, seminggu kemudian udah Abang.
Minimal ya tiga puluh empat puluh juga yang dia terima, bagaimana
Eni: Saya tinggal kemarin saya cuma di ...mungkin Abang paling dikasi satu juta.
Idrus: Oh jangan, bilangin si Kotjo, lu jangan, enggak mau bilang.
Eni: Nah, makanya, makanya kita bilang tarik dulu dong besok kita ganti gitu, dengan yang lain.
Idrus: he eh Bu bukan bilangin, bilangin ngambil itu jangan, ngambil lagi bilangin Kotjo.
Eni: Nanti nanti Gua omongin.
Idrus: Bilang saja, Bang Idrus itu karena dia lagi ini, dia minta sendiri 2,5 gitu.
Eni: He eh.
Idrus: Bilang saja langsung.
Dalam persidangan, Idrus mengakui bahwa pada saat Ketua Umum Golkar Setya Novanto pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, sejumlah elit partai mendorong agar Idrus bersiap mengambil alih kepemimpinan Golkar.
Namun, keputusan itu menunggu putusan praperadilan yang diajukan Novanto.
"Sebagian besar kader Golkar ingin saya jadi ketua umum. Banyak yang bilang, Abang lah yang maju, yang banyak berjuang untuk partai itu Abang," kata Idrus Marham.
Namun, menurut Idrus, saat itu Eni Maulani Saragih menawarkan agar biaya untuk pencalonannya sebagai ketua umum diberikan oleh Kotjo.
Menurut Idrus, saat itu uang yang ditawarkan untuk biaya musyawarah nasional awalnya Rp 500 miliar, lalu turun menjadi Rp 200 miliar.
Kepada majelis hakim, Idrus mengaku sudah menolak tawaran Eni tersebut. Pada akhirnya, rencana menjadi ketua umum gagal karena hakim mengabulkan praperadilan Setya Novanto.
"Eni bilang, secerdas-cerdasnya orang, tetap butuh operasional. Tapi saya enggak ingin tersandera siapapun kalau jadi ketua umum. Eni inisiatif, memang dia sebut namanya Pak Kotjo," kata Idrus Marham.
Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang Rp 4,7 miliar kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih.
Diduga, pemberian uang itu atas sepengetahuan Idrus Marham.
Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Menurut jaksa, Eni Maulani Saragih beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.