Kubu Prabowo Minta Komisi II Evaluasi Sentra Gakumdu
Juru Bicara Prabowo-Sandi, Andre Rosiade meminta Komisi II mengevaluasi keberadaan Sentra Gakumdu dalam Pemilu
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Prabowo-Sandi, Andre Rosiade meminta Komisi II mengevaluasi keberadaan Sentra Gakumdu dalam Pemilu di Indonesia.
Pernyataan Andre tersebut merespons dihentikannya kasus Iklan Jokowi-Ma'ruf di media massa oleh Sentra Gakumdu meski Bawaslu mensinyalir adanya pelanggaran Pemilu dalam kasus tersebut.
"Saya minta Bawaslu mengevaluasi dengan Komisi II. Kalau perlu direvisi tuh undang-undangnya," ujar Andre saat dihubungi, Kamis (8/11/2018).
Pasalnya, menurut Andre kejadian penghentian kasus pelanggaran kampanye yang menyangkut petahana bukan kali ini saja terjadi.
Sebelum ini, banyak kasus pelaporan terhadap kubu Jokowi lalu yang tak diungkap. Salah satunya dukungan Bupati Pesisir Selatan kepada Jokowi secara terang-terangan dan masih mengenakan pakaian dinas.
"Bawaslu Independen, sementara sentra Gakumdu kan di bawah presiden. Banyak kejadian Bawaslu mau naikin kasus tapi kemudian kasusnya tidak dilanjutkan," katanya.
Menurutnya masalah Pidana Pemilu ditangani oleh institusi di bawah presiden menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Karena akan menjadi kesulitan bagi penantang petahana bila masalah pidana Pemilu ditangani oleh institusi di bawah presiden.
"Ya harus dievaluasi, dengan kejadian berulang-ulang. Gakumdu menyatakan tidak, berarti ada masalah nih ini. Ini menjadi PR bersama. Jangan sampai, kalau kita menghadapi petahana kaya gini mulu kejadiannya," Pungkasnya.
Sentra Gakumdu diisi oleh perwakilan tiga institusi, yakni Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan Agung. Sentra Gakumdu bertujuan untuk menegakkan pidana, administrasi, dan memberantas politik uang dalam Pilkada.
Menurut Bawaslu, iklan kampanye Jokowi-Ma'ruf di harian Media Indonesia edisi Rabu (17/10/2018) merupakan kampanye di luar jadwal sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) nomor 7 tahun 2017 sebagaimana diubah dengan PKPU nomor 23 tahun 2018.
KPU menyebut tindakan iklan di media massa sebelum 24 Maret-13 April tidak boleh dilakukan.
Sementara berdasarkan penyelidikan kepolisian dan kejaksaan iklan tersebut bukan merupakan tindak pidana pemilu. Pasalnya, KPU belum mengeluarkan ketetapan mengenai jadwal iklan kampanye di media massa.