Arif Budimanta Ingatkan Pentingnya Kemandirian Energi
Arif Budimanta mengatakan kebutuhan energi yang kian besar dan dipenuhi salah satunya melalui impor menjadi faktor penyeret transaksi berjalan.
Editor: Content Writer
Pemerintah didorong untuk meningkatkan kemampuan produksi energi dalam negeri melaluipembangunan infrastruktur untuk meningkatkan pengolahan energi minyak dan gas di dalam negerisehingga mencapai ketahanan energi.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan kebutuhan energi yang kian besar dan dipenuhi salah satunya melalui impor menjadi faktor penyeret transaksi berjalan karena menggerus cadangan devisa.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, total impor migas dari Januari 2018 sampai dengan September 2018 mencapai US$22 miliar atau sekitar 16 persen dari total impor yang dilakukan. Hal itu berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan sebesar US$9,38 miliar.
“Ini harus menjadi fokus pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi karena ketahanan energi tidak hanya soal ketersediaan resources akan tetapi juga soal bagaimana penggunaannya tidak membuat berat neraca perdagangan,” jelasnya dalam “Dialog Energi” di Dewan Pertimbangan Presiden, Senin (12/10).
Sementara itu, Handbookof Energy andEconomyStatistics ESDM 2018 merilis kemampuan pemenuhan kebutuhan energi domestik dari impor masih cukup tinggi. Proporsi impor crudeoilterhadap total yang ditransormasi di dalam energi adalah 43,75 persen.
Kemudian proporsi impor bahan bakar (fuel) adalah sekitar 37,44 persen terhadap total konsumsi. Adapun proporsi impor LPG adalah sekitar 76 persen terhadap total konsumsi.
“Oleh karena itu, pembangunan refinery menjadi penting karena Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Arif.
Namun sayangnya, Statistik Migas 2018 menyebutkan, investasi di hulu migas, utamanya eksplorasi, cenderung menurun sejak 2013. Padahal, kata dia, masih terdapat cadangan potensial yang dapat dieksplorasi.
Kendati demikian, realisasi pemboran sumber eksplorasi meningkat di 2017, yakni sebanyak 54 sumur. Namun, rasio suksesnya sangat rendah jika dibandingkan dengan kondisi dalam 10 tahun ke belakang. Terdapat kecenderungan penurunan rasio sukses.
“Harus ada upaya kesungguhan dari pemerintah untuk meninjau kembali struktur insentif bagi badan usaha dalam rangka mendorong kegiatan eksplorasi dan pengembangan, terutama dalam sektor migas dan juga penggunaan teknologi yang memadai bagai sektor energi,” tutur Arif.(*)