Deputi Staf Kepresidenan Jaleswari Kunjungi Husen Sape, Salah Satu Korban Peristiwa Tanjung Priok
Kehadiran Jaleswari untuk menjenguk dan memberikan semangat kepada Husen Sape dan istrinya, salah satu korban peristiwa Tanjung Priok.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, PURWAKARTA - Ruang perawatan intensif itu terlihat sederhana. Selembar tirai hijau memisahkan ranjang setiap pasien.
Di salah satu sisinya, pria 73 tahun lemah terbaring dengan selang-selang kecil melingkar di sekitar mulut dan tubuhnya.
Di ujung ranjang tergantung papan bertulis nama sang pasien, Husen Sape.
Bagi khalayak, nama pria itu mungkin tak cukup kondang.
Namun bagi penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) pasti akan langsung mengenalinya.
Husen Sape, pria berdarah Bugis itu adalah salah korban kekerasan pada peristiwa Tanjung Priok, 34 tahun lalu.
Siti Aminah, istri Husen beranjak saat menyadari kedatangan tamu. Dia langsung memeluk sang tamu Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kantor Staf Kepresidenan yang datang berkunjung pada Rabu (14/11/2018).
Aminah berulangkali menyeka air matanya. Lalu mengajak Jaleswari mendekati sang suami yang tergolek lemah.
"Pak, ada tamu pak. Ada yang menjenguk," kata sang istri mengenalkan Jaleswari Pramodhawardani, Deputi Lima Kantor Staf Presiden di Rumah Sakit Daerah Purwakarta, Jawa barat.
"Senang ya Pak? Yang bapak tunggu-tunggu," bisiknya lagi.
Menurut dokter yang merawat, Husen terserang stroke sejak beberapa hari lalu.
"Untung rumah sakit ini ada BPJS, Bu. Kalau tidak ada, bapak pasti kita pindahkan. Kami tidak punya cukup uang. Kami hanya menebus obat-obat untuk syaraf saja. Yang lain gratis. Alhamdulillah," kata Aminah kepada Jaleswari.
Baca: Gempa 5,5 SR Mengguncang Mamasa Sulbar, 6 Jam Setelah Gempa Klungkung Bali
Kehadiran Jaleswari pagi itu untuk menjenguk dan memberikan semangat kepada Husen dan istrinya.
"Saya ingin Pak Husen dan keluarga tahu, bahwa kami (pemerintah) sangat peduli, dan banyak yang ingin mengangkat beban korban (kekerasan HAM masa lalu) dengan segera," kata Jaleswari.
Peristiwa Tanjung Priok, Jakarta Utara memang masih membekas dalam ingatan Husen dan keluarga.
Bahkan di kakinya masih terlihat jelas bekas luka tembak akibat peristiwa itu.
Saat itu, Husen punya toko yang menjual alat tulis kantor dan seragam sekolah di Jalan Yos Sudarso Permai, Jakarta Utara.
Tokonya habis dijarah massa saat itu dan tidak meninggalkan apapun untuk Husen dan keluarga.
Kasus Tanjung Priok ini merupakan salah satu peristiwa kekerasan yang tercatat dalam sejarah Indonesia.
Kasus ini bermula setelah penahanan empat orang pengurus masjid di daerah Tanjung Priok, 12 September 1984.
Ribuan orang yang dipimpin Amir Biki menuntut pembebasan empat mubaligh tersebut.
Namun yang terjadi kemudian bentrok pecah antara massa dan aparat.
Massa telah dikepung pasukan bersenjata berat, dan kemudian diikuti dengan suara tembakan.
Korban pun berjatuhan.
Menurut versi pemerintah saat itu, korban hanya 28 orang.
Sementara masyarakat menyebutkan korban yang jatuh sekitar 700-an orang.
Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, pemerintah membentuk Pengadilan HAM.
Menurut hasil penyelidikan Komnas HAM peristiwa itu menewaskan 24 orang, 54 orang luka berat.
Hingga kini pemerintah masih terus berupaya mencari solusi untuk penyelesaian kasus ini.
Bagi Jaleswari bersilaturahmi dengan Pak Husen bukanlah ritual kemanusiaan yang mengada-ada.
"Pertemuan ini akan semakin menguatkan kesadaran kami bahwa kami masih perlu lebih keras lagi dalam menuntaskan pekerjaan, menuntaskan berbagai persoalan HAM masa lalu," kata Jaleswari.