Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Dalami Peran DPRD Bekasi Terkait Pengurusan Izin Meikarta

KPK memerika Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Sulaeman, untuk mendalami peran DPRD Kabupetan Bekasi terkait perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KPK Dalami Peran DPRD Bekasi Terkait Pengurusan Izin Meikarta
Tribunnews.com/ Theresia Felisiani
Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di KPK, Selasa (16/10/2018) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memerika Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Sulaeman, untuk mendalami peran DPRD Kabupetan Bekasi terkait perizinan proyek pembangunan Meikarta.

"Seingat saya saksi yang pertama ya dari DPRD Bekasi. Kami perlu mendalami lebih jauh sejauh mana proses pembahasan rencana tata ruang yang dibahas di DPRD Bekasi saat itu," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (15/11/2018) kemarin.

KPK mensinyalir proyek pembangunan Meikarta yang lahannya sangat luas serta memerlukan banyak perizinan, diperlukan revisi peraturan daerah (Perda) yang memerlukan andil DPRD Kabupaten Bekasi.

"Tentu saja hal tersebut membutuhkan otoritas atau kewenangan dari DPRD di Bekasi dan kita tahu sampai saat ini hal tersebut belum ada, tetapi di sisi lain perizinannya sudah dikeluarkan dan pembangunan sudah dilakukan. Jadi kami perlu dalam hal tersebut," katanya.

Dalam proses sejumlah perizinan proyek pembangunan Meikarta tersebut memerlukan berbagai rekomendasi dari berbagai pihak atau instansi.

Baca: Alasan KPK Periksa Anggota DPRD Bekasi dalam Kasus Suap Izin Meikarta

Pertama, tentu dari Pemkab Bekasi.

"Pihak Pemkab ini ada proses rekomendasi namanya yang kemudian berujung pada IMB. Pihak Pemprov juga demikian ada proses rekomendasi yang juga di dalami," tuturnya.

Berita Rekomendasi

KPK mendapatkan bukti bahwa sejumlah perizinan Meikarta diduga melanggar aturan di antaranya tanggal mundur (backdate) dalam sejumlah dokumen perizinannya, yaitu sejumlah rekomendasi sebelum penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), perizinan lingkungan dan pemadam kebakaran, serta lainnya.

"Kami menduga persoalan perizinan Meikarta terjadi sejak awal, misal masalah pada tata ruang. Perlu kita ingat, peruntukan lahan dan tata ruang penting diperhatikan agar pembangunan properti dapat dilakukan secara benar dan izinnya tidak bermasalah," kata Febri, Selasa kemarin.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan 9 orang tersangka, 4 di antaranya dari pihak Lippo Group selaku pihak penyuap yakni Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro; dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama; dan pegawai Lippo Group, Henry Jasmen.

Adapun tersangka diduga sebagai penerima suapnya yakni Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin (NNY); Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Jamaludin (J); Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahor (SMN); Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati (DT); dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi (NR).

Bupati Bekasi dkk diduga menerima hadiah atau janji alias suap dari pengusaha terkait pengurusan sejumlah perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Dari komitmen fee sejumlah Rp 13 miliar untuk mengurus izin fase 1, sudah diberikan Rp 7 miliar melalui sejumlah kepala dinas.

KPK menyangka Billy Sindoro, Taryudi, Fitra Djaja Purnama, dan Henry Jasmen melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap penerima yakni Neneng Hasanah Yasin dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Kemudian Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahmi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Adapun Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat (Jabar), merupakan salah satu megaproyek Lippo Group yang digarap anak perusahaan dari PT Lippo Cikarang Tbk PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU).

Adapun PT Lippo Cikarang Tbk adalah anak perusahaan dari PT Lippo Karawaci Tbk. Proyek terbesar nan prestisius dari Lippo Group ini investasinya sekitar Rp 278 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas