Revolusi Industri 4.0 Menjadi Harapan Sekaligus Tantangan bagi Keluarga di Indonesia
Di era Revolusi Industri 4.0 pembangunan keluarga harus memiliki format baru agar sejalan dengan era revolusi industri kekinian.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga BKKBN M Yani mengatakan era Revolusi Industri 4.0 bisa menjadi harapan sekaligus tantangan bagi keluarga Indonesia.
Menurut Yani, perkembangan teknologi yang pesat di saat ini mampu mempengaruhi segala bentuk kehidupan.
Sementara di kalangan generasi milenial dan generasi Z, konsep keluarga kecil dengan dua anak semakin populer.
Karena kedua generasi tersebut sangat berorientasi pada karir dan masa depan.
Selain itu, generasi ini memiliki kecemasan terhadap situasi politik, ekonomi, dan lingkungan yang dianggap semakin memburuk.
"Perilaku ini tidak lepas dari konstruksi dari berbagai media digital dan produk budaya populer yang mempengaruhi gaya hidup remaja Indonesia," ujar Yani pada acara Ekspose Pengembangan Parameter Aplikasi dan Modul Kesiapan Berkeluarga bagi Remaja di Kantor BKKBN, Jakarta Timur, Jumat (16/11/2018).
Pilihan untuk menjadi LGBT, melajang atau menikah tanpa anak mulai tumbuh dibenak generasi muda sebagai gaya hidup.
Baca: BKKBN Berharap Seminar Nasional Analisis Dampak Kependudukan Hasilkan Rumusan Kebijakan Positif
Di saat bersamaan, kelahiran anak di luar nikah semakin marak di kalangan remaja.
"Namun, di zaman ini perilaku tersebut direspon secara 'permisif' oleh sebagian masyarakat," imbuh Yani.
Sejatinya, di era Revolusi Industri 4.0 pembangunan keluarga harus memiliki format baru agar sejalan dengan era revolusi industri kekinian.
Keluarga merupakan kunci dari keberhasilan pembangunan manusia di era Revolusi Industri 4.0, yang pada gilirannya berpengaruh juga pada pencapaian bonus demografi.
"Keluarga kini dituntut untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang dan mempengaruhi kehidupan setiap anggota keluarga secara struktural maupun kultural," jelasnya.
"Jika saja momentum bonus demografi di era Revolusi Industri 4.0 tidak terkelola dengan baik, bisa jadi momentum emas bonus demografi maupun Revolusi Industri 4.0 gagal dicapai," pungkas Yani.