Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rieke Diah Pitaloka Kecam Putusan Bersalah Terhadap Baiq Nuril

Rieke Diah Pitaloka mengecam vonis terhadap Baiq Nuril, seorang tenaga honorer SMA di Mataram, Nusa Tenggara Barat

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Rieke Diah Pitaloka Kecam Putusan Bersalah Terhadap Baiq Nuril
Amriyono
Politikus PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDIP yang juga merupakan aktivis perempuan Rieke Diah Pitaloka mengecam vonis terhadap Baiq Nuril, seorang tenaga honorer SMA di Mataram, Nusa Tenggara Barat yang dipidana karena dituding melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Baiq Nuril mendapatkan tuduhan atas dugaan tindak pidana mentransmisikan rekaman elektronik yang bermuatan kesusilaan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pasal 27 ayat (1), juncto pasal 45 ayat (1).

Baca: KPK Amankan Uang Ratusan Juta dari OTT Bupati di Pakpak Bharat

Rieke mngatakan ia memantau langsung perjalanan persidangan Baiq Nuril di Mataram NTB.

Rieke mengaku sepakat dengan majelis hakim di PN Mataram yang membebaskan Baiq Nuril sebelum putusan tersebut dibatakan Mahkamah Agung.

"Dari persidangan yang telah berlangsung sejak 10 Mei 2017, telah disampaikan fakta hukum bahwa Baiq Nuril bukanlah pihak yang melakukan tindakan mentransmisikan atau mendistribusikan rekaman percakapan asusila tersebut," kata Rieke dalam keterangan persenyan Minggu, (18/11/2018).

Baca: Kubu Prabowo Sayangkan Pemerintah Kurang Peduli Terhadap Penyadang Disabiitas

Menurutnya keterangan saksi ahli dari Kemenkominfo, Teguh Afriyadi dalam persidangan sebelumnya memperkuat fakta Baiq Nuril bukan pelaku penyebaran konten.

Berita Rekomendasi

Pendapat ahli berdasarkan data forensik yang disampaikan di persidangan membuktikan dakwaan terhadap Baiq Nuril adalah dakwaan yang bukan berdasarkan fakta karena pelaku tindak pidana bukanlah Baiq Nuril melainkan orang lain.

"Artinya unsur tindakan melakukan transmisi dan atau mendistribusikan seperti tercantum dalam pasal 27 ayat 1 UU ITE tidak bisa diarahkan pada Baiq Nuril," katanya.

Rieke menyayangkan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan putusan PN Mataram tersebut.

Baca: Alasan Panselnas Adakan Ujian Ulang SKD CPNS pada Kanreg XI Manado

Menurut Rieke putusan tersebut diduga keluar karena MA mengabaikan fakta persidangan di PN Mataram.

"Saya menyatakan tolak eksekusi Nuril, dan mendorong PK (peninjauan Kembali) putusan MA tersebut," kata Rieke.

Sebelumnya korban pelecehan seksual Baiq Nuril justru mendapat vonis hukuman 6 bulan penjara, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan oleh Mahkamah Agung.

Putusan tersebut berawaL saat staf honorer di SMAN 7 Mataram Nusa Tenggara Barat itu, merekam pembicaraan telepon Muslim dengan dirinya yang diduga mengandung unsur asusila. Muslim merupakan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram.

Pada 2014 lalu, seorang rekan Baiq Nuril bernama Imam Mudawim meminjam telepon genggamnya dan menyalin rekaman pembicaraan Baiq Nuril dengan Muslim. Setelah disalin oleh Imam Mudawim, rekaman tersebut disebarkan dan seketika menyebar luas ke sejumlah guru maupun siswa.

Dipenghujun 2014, Muslim sang Kepala sekolah lalu melaporkan Baiq Nuril ke kepolisian karena merasa namanya telah dicemarkan lewat rekaman tersebut.

Baiq Nuril mendapatkan tuduhan atas dugaan tindak pidana mentransmisikan rekaman elektronik yang bermuatan kesusilaan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ITE.

Sejak saat itu, Baiq Nuril resmi dipenjara sambil menjalani proses persidangan.

Pada sidang Juni 2017 di PN Mataram, Baiq Nuril dituntut oleh jaksa penuntut umum yakni Julianto dan Ida Ayu Putu Camundi Dewi dengan tuntutan pidana 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sebulan kemudian, Ketua Majelis Hakim PN Mataram NTB, Albertus Husada dalam sidang putusan Baiq Nuril yang digelar secara terbuka di Pengadilan Negeri Mataram menyatakan Baiq Nuril dinyatakan tidak bersalah, tidak melanggar Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Namun, pada Sepemtember 2018 Mahakamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Mataram NTB dan membatalkan putusan PN Mataram sebelumnya yang memvonis bebas Baiq Nuril.

Dalam putusan kasasi tersebut, Baiq Nuril dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dan terancam pidana penjara 6 bulan kurungan serta denda Rp 500 juta.

Apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas