Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Inilah Jawaban Mengapa Bung Karno Disebut Putra Sang Fajar

Jika kita bertandang ke Kota Blitar, maka akan menemui patung Bung Karno yang diberi nama "Putra Sang Fajar"

Editor: Sugiyarto
zoom-in Inilah Jawaban Mengapa Bung Karno Disebut Putra Sang Fajar
Istimewa
Soekarno 

TRIBUNNEWS.COM -  Jika kita bertandang ke Kota Blitar, maka akan menemui  patung Bung Karno yang diberi nama "Putra Sang Fajar" yang berdiri di Simpang Herlingga, Kota Blitar.

Patung Bung Karno itu merupakan patung kelima dan empat patung lainnya  berada di Makam Bung Karno, Balai Kota Blitar, Istana Gebang, dan Simpang Jalan Sumatera.

Pertanyaannya, kenapa Bung Karno disebut Putra Sang Fajar? Dalam Buku Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno bercerita tentang Putera Sang Fadjar. Berikut tulisan Bung Karno:

IBU telah memberikan pangestu kepadaku ketika aku baru berumur beberapa tahun. Dipagi itu ia sudah bangun sebelum matahari terbit dan duduk didalam gelap di beranda rumah kami jang ketjil, tiada bergerak.

Ia tidak berbuat apa-apa, ia tidak berkata apa-apa, hanja memandang arah ke Timur dan dengan sabar menantikan hari akan siang.

Akupun bangun dan mendekatinja. Diulurkannja kedua belah tangannja dan meraih badanku jang ketjil kedalam pelukannja.

Sambil mendekapkan tubuhku ke dadanja, ia memelukku dengan tenang. Kemudian ia berbitjara dengan suara lunak:

Berita Rekomendasi

Engkau sedang memandangi fadjar, nak. Ibu katakan kepadamu, kelak engkau akan mendjadi orang jang mulia, engkau akan mendjadi pemimpin dari rakjat kita, karena ibu melahirkanmu djam setengah enam pagi disaat fadjar mulai menjingsing.

Kita orang Djawa mempunjai suatu kepertjajaan, bahwa orang jang dilahirkan disaat matahari terbit, nasibnja telah ditakdirkan terlebih dulu.

Djangan lupakan itu, djangan sekali-kali kaulupakan, nak, bahwa engkau ini putera dari sang fadjar.

 

Bersamaan dengan kelahiranku menjingsinglah fadjar dari suatu hari jang baru dan menjingsing pulalah fadjar dari satu abad jang baru.

Karena aku dilahirkan ditahun 1901. Bagi Bangsa Indonesia abad kesembilan belas merupakan djaman jang gelap.

Sedangkan djaman sekarang baginja adalah djaman jang terang-benderang dalam menaiknja pasang revolusi kemanusiaan.

Abad ini adalah suatu djaman dimana bangsa-bangsa baru dan merdeka dibenua Asia dan Afrika mulai berkembang dan berkembangnja negara-negara Sosialis jang meliputi seribu djuta manusia.

Abad inipun dinamakan Abad Atom. Dan Abad Ruang Angkasa. Dan mereka jang dilahirkan dalam Abad Revolusi Kemanusiaan ini terikat oleh suatu kewadjiban untuk mendjalankan tugas-tugas kepahlawanan.

Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam bulan enam. Adalah mendjadi nasibku jang paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran.

Dan memang itulah aku sesungguhnja. Dua sifat jang berlawanan. Aku bisa lunak dan aku bisa tjerewet. Aku bisa keras laksana badja dan aku bisa lembut berirama.

Pembawaanku adalah paduan daripada pikiran sehat dan getaran perasaan. Aku seorang jang suka mema'afkan, akan tetapi akupun seorang jang keras-kepala.

Aku mendjebloskan musuh-musuh Negara ke belakang djeradjak-besi, namun demikian aku tidak sampai hati membiarkan burung terkurung di dalam sangkar.

Pada suatu kali di Sumatra aku diberi seekor monjet. Binatang itu diikat dengan rantai. Aku tidak dapat membiarkannja! Dia kulepaskan kedalam hutan.

Ketika Irian Barat kembali kepangkuan kami, aku diberi hadiah seekor kanguru. Binatang itu dikurung.

Kuminta supaja dia dibawa kembali ketempatnja dan dikembalikan kemerdekaannja. Aku mendjatuhkan hukuman mati, namun aku tak pernah mengangkat tangan untuk memukul mati seekor njamuk. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas