Hak Politik Penyandang Disabilitas Mental Masih Dipertanyakan
Menurut Yeni, UU No 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas telah mengatur hak-hak politik kelompok ini.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak pihak mempertanyakan tentang pemberian hak orang yang mengalami gangguan jiwa diboleh mencoblos di Pemilu 2019.
Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti, malah mengaku prihatin munculnya pertanyaan tersebut seperti tercermin dari munculnya meme-meme yang menurut dia melukai perasaan para penyandang disabilitas.
"Yang merasa tersinggung dan terhina bukan hanya penyandang disabilitas mental tetapi seluruh gerakan disabilitas di Indonesia," ujar dia di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018).
Menurut Yeni, UU No 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas telah mengatur hak-hak politik kelompok ini.
Penyandang disabilitas mental dapat berpartisipasi dalam kehidupan politik termasuk untuk didaftar sebagai pemilih dalam pemilu.
Baca: Paula Verhouven Ajukan Permintaan Khusus ke Baim Wong Selama Bulan Madu ke AS
Tudingan kepada KPU yang dinilai tiba-tiba mendata pemilih disabilitas mental itu tak beralasan. Menurut dia yang dilakukan KPU bukan inisiatif penyelenggara pemilu.
Tapi hasil perjuangan panjang advokasi gerakan penyandang disabilitas mental yang meminta agar penyandang disabilitas mental dapat menjadi pemilih.
Baca: Vicky Prasetyo Soal Angel Lelga: Secara Agama, Dia Masih Istri Saya, Secara Hati Sudah Selesai
"Jadi ini bukan KPU ujung-ujungnya yang mendaftarkan penyandang disabilitas mental, tapi diperjuangkan oleh organisasi-organisasi disabilitas mental di Indonesia, jika tidak di perjuangkan, maka KPU tidak akan mendaftarkan orang disabilitas mental," kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.