KPK: Kasus Skandal Bank Century Alami Kemajuan
KPK menyebut penyelidikan kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK menyebut penyelidikan kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sudah ada kemajuan.
"Sebentar, kita ada kemajuan lah. Nanti kita lihat, nanti kita umumkan," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung C1 KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (26/11/2018).
Namun Saut enggan mengkonfirmasi apakah pengumuman nanti terkait penetapan tersangka.
Namun penetapan status tersebut harus melalui mekanisme yang ada.
"Nanti kita tunggu dulu. Nanti kita umumkan. Belum, belum ada ekspos. Terkait panggilan pihak lain sampai hari ini saya belum ada laporan, tapi yang jelas ada kemajuanlah. Kita tunggu saja," katanya.
Dengan meminta keterangan dari mantan Wakil Presiden RI Boediono, Komisaris Bank Mandiri Hartadi Agus Sarwono, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Goeltom, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Saut menegaskan, itu merupakan bukti keseriusan KPK.
Bahkan KPK juga sudah memeriksa terpidana mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang IV Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya di Lapas Sukamiskin.
Baca: Santri Korban Kecelakaan Maut di Cipondoh Dikebumikan, Tangis Keluarga Pecah Saat Pemakaman
Saut menuturkan, putusan pengadilan terhadap Budi Mulya menjadi salah satu alat bukti dalam mengembangkan perkara ini.
"Kita prosesnya sudah pasti ya, mengembangkan putusan yang sudah ada pada Budi Mulya. Itu sudah pasti. Kemudian bagaimana prosesnya penyidik akan lebih tahu," tuturnya.
Sebelumnya, KPK tetap akan meneruskan penanganan kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Hal tersebut berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), penyidik, dan tim yang ditunjuk pasca putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Effendy Mochtar yang memerintahkan KPK tetap melanjutkan kasus Bank Century.
Sebelumnya, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mempraperadilankan kembali KPK karena amar putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel menyatakan memerintahkan termohon (KPK) untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century.
Dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa BI Budi Mulya telah dijatuhi putusan kasasi pada 8 April 2015 yaitu penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Sebelumnya pengadilan tingkat pertama memutuskan Budi Mulya dipenjara selama 10 tahun ditambah denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan, kemudian putusan banding di Pengadilan Tinggi meningkatkan vonis menjadi 12 tahun ditambah denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan.
Dalam putusan Budi Mulya disebutkan bahwa Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) masuk dalam unsur penyertaan bersama-sama melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 55 KUHP.
Pasal 55 KUHP artinya orang-orang yang disebut bersama-sama terhadap yang bersangkutan secara hukum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, tapi mantan Deputi Bidang V Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah Bank Indonesia, Siti Chodijah Fadjriah yang dinilai dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sudah meninggal dunia pada 16 Juni 2015.
Majelis hakim agung yang terdiri dari Artidjo Alkostar sebagai ketua dan anggota M. Askin dan MS. Lumme menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada PT Bank Century oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik yang dilakukan dengan cara melanggar pasal 45 dan penjelasannya UU No. 23 tatahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004. Konsekuensi yuridisnya, perbuatan Budi merupakan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan tersebut juga menyebabkan kerugian negara sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) yang pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013 sejumlah Rp 8,012 triliun.
Jumlah kerugian keuangan negara tersebut yang sangat besar di tengah banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dan telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan negara dalam membangun demokrasi ekonomi sehingga perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan.