PSI Dukung YLBHI Soal Pembatalan Aplikasi PAKEM
PSI mendukung sikap Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) soal pembatalan aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM).
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung sikap Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) soal pembatalan aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM).
Di mana aplikasi tersebut yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Jubir PSI Guntur Romli mengatakan, soal aliran kepercayaan masyarakat harus dikedepankan dialog bukan penghakiman.
Pasalnya terjadi diskriminasi terhadap mereka yang menganut aliran kepercayaan masyarakat.
"Hasil pengawasan terhadap aliran kepercayaan masyarakat telah dijadikan sebagai dalih persekusi oleh kelompok-kelompok garis keras untuk melakukan penghakiman dan persekusi yang merupakan tindakan melanggar hukum," kata Guntur Romli dalam keterangannya, Senin (26/11/2018).
Dia menyarankan, pemerintah untuk membedakan antara dua wilayah, antara agama dan kepercayaan.
Baca: Laporkan Surya Paloh, Rizal Ramli Diperiksa Polisi Sebagai Saksi
Pertama wilayah internum sistem kepercayaan pribadi, dan komitmen terhadap agama atau kepercayaan, baik yang dilakukan secara individual maupun bersama-sama dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran, di mana Negara/Pemerintah tidak boleh intervensi.
"Dan hak ini tidak dapat dikurangi (cannot be derogated). Bahkan negara harus memberikan jaminan dan perlindungan sesuai dengan Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu," jelasnya.
Kemudian, Guntur menambahkan, wilayah kedua adalah eksternum yang merupakan wilayah tempat manifestasi agama atau keyakinan seseorang ke ruang publik.
Dalam hal ini orang beragama bisa berurusan dengan hukum bukan karena sistem agama dan kepercayaannya tapi apabila tindakan orang itu melanggar hukum.
"Misalnya ada yang bernama A mengaku menjalankan agamanya X, tapi merugikan orang lain, seperti menipu, melukai dan mengganggu ketertiban umum. Maka A bisa diadili bukan karena pemeluk agama X tapi karena tindakannya," ujarnya.
Dengan demikian, PSI melihat Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) lebih menyoroti soal internum dalam suatu sistem agama dan kepercayaan.
Sehingga yang muncul tudingan sesat, kafir, menyimpang yang akhirnya dikaitkan dalih persekusi oleh kelompok lain.
"Sebaiknya Kejaksaan mengeluarkan aplikasi yang mengawasi tindak-tindak intoleransi yang membahayakan bagi kerukunan di negeri ini. Perbedaan agama dan keyakinan bukanlah potensi perpecahan justeru ini manifestasi dari kebhinekaan, tapi intoleransi dan persekusi inilah yang bisa mencerai-beraikan persatuan bangsa ini," tegasnya.
PSI menyarankan, Kejaksaan juga mengeluarkan aplikasi yang mengawasi tindak-tindak korupsi.
"Karena korupsi lah yang membahayakan bagi masa depan pemerintahan yang bersih dan pelayanan bagi publik," tutup Guntur.