Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Lion Air, Instrospeksilah!

Rekomendasi tersebut dihasilkan berdasarkan pengunduhan dokumen dari black box atau kotak hitam Flight Data Recorder (FDR).

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Lion Air, Instrospeksilah!
Ist/Tribunnews.com
Sumaryoto Padmodiningrat. 

Oleh: Sumaryoto Padmodiningrat

TRIBUNNEWS.COM - Buruk muka cermin dibelah! Apakah peribahasa ini analog dengan “ancaman” Direktur Utama Lion Air Group Edward Sirait terhadap Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang telah mengeluarkan rekomendasi terkait tragedi pesawat PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober 2018 lalu, yang menewaskan seluruh awak dan penumpangnya? Kita tidak tahu pasti. Biarlah waktu yang akan menjawab.

Seperti diberitakan, setelah sekitar sebulan melakukan investigasi, KNKT, Rabu (28/11/2018), merilis laporan awal (preliminary report) dengan dua rekomendasi untuk Lion Air.

Pertama, Lion Air agar menjamin implementasi dari “Operation Manual Part A Subchapter 1.4.2” untuk meningkatkan budaya keselamatan dan menjamin pilot dapat mengambil keputusan untuk meneruskan penerbangan.

Kedua, Lion Air agar bisa menjamin semua dokumen operasional diisi dan dikomentasikan secara tepat.

Menurut investigator KNKT Subkomite Penerbangan, Nurcahyo Utomo, ada ketidaksesuaian antara manual book Lion Air dengan kondisi penerbangan rute sebelumnya, yaitu Denpasar-Jakarta. Dengan adanya kerusakan sensor angle of attack seperti itu seharusnya pesawat kembali ke bandar udara asal, bukan meneruskan penerbangan.

Selain itu, kata Nurcahyo, ada ketidaksesuaian antara data kru kabin yang dituliskan dengan yang bertugas. Di weight and balance tercatat pramugarinya ada lima orang, sedangkan yang ditulis di dokumen ada enam orang.

BERITA TERKAIT

Rekomendasi tersebut dihasilkan berdasarkan pengunduhan dokumen dari black box atau kotak hitam Flight Data Recorder (FDR) yang telah ditemukan, namun untuk Cockpit Voice Recorder (CVR) masih belum ditemukan.

Rekomendasi KNKT tersebut ternyata membuat Lion Air “gerah”. Direktur Utama Lion Air Group Edward Sirait dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (28/11/2018) malam, seperti dikutip sejumlah media, mengatakan, ada ketidaksesuaian antara laporan yang dikeluarkan oleh KNKT dengan pemberitaan di media massa.

Menurutnya, ada berita yang beredar bahwa pesawat JT 610 tersebut sudah tak laik terbang sejak terbang dari Denpasar menuju Jakarta. Pernyataan itu, menurut Edward, tidak benar.

Untuk itu, Edward mengaku akan meminta klarifikasi secara tertulis ke KNKT, apakah pernyataan tersebut bersumber dari KNKT atau tidak. Bila tidak ada tanggapan dari KNKT, Edward “mengancam” akan menempuh langkah hukum.

Cermin Raksasa

Tak pelak, ada yang berspekulasi bahwa “ancaman” yang dilontarkan Edward Sirait tersebut disinyalir lantaran selama ini pihak Lion Air diduga dekat dengan pusat kekuasaan. Benarkah? Kita tidak tahu pasti. Biarlah waktu yang akan menjawab.

Yang pasti, sudah menjadi tugas KNKT untuk melakukan pemeriksaan dan investigasi bilamana ada moda transportasi yang mengalami kecelakaan, seperti pesawat Lion Air JT 610 itu.

Jadi, daripada main “ancam”, lebih baik Lion Air melakukan introspeksi atau mawas diri dan kemudian melaksanakan rekomendasi KNKT tersebut.

Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa Lion Air sering dirundung masalah, mulai dari delay (penundaan) penerbangan, yang kerap menyebabkan kericuhan calon penumpang, hingga insiden pesawat tergelincir, bahkan jatuhnya pesawat JT 610 tersebut yang kita harapkan menjadi klimaks atau insiden yang terakhir, dan ke depan mudah-mudahan tidak ada lagi insiden yang menimpa Lion Air.

Jadikanlah rekomendasi hasil investigasi KNKT tersebut sebagai cermin raksasa, setelah cermin-cermin kecil seperti keluhan atau komplain dari konsumen Lion Air, dan juga suara dan kritikan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), tak kunjung mampu membuat maskapai penerbangan berbiaya murah ini berkaca dan kemudian berbenah diri.

Perlu pula dipahami bahwa investigasi yang dilakukan KNKT tersebut sudah menjadi tugas pokok dan fungsi lembaga pemerintah non-struktural yang bersifat profesional dan independen itu.

Coba kita cermati lagi substansi Peraturan Pemerintah (PP) No 62 Tahun 2013 tentang Investigasi Kecelakaan Transportasi yang menjadi pedoman KNKT dalam bekerja.

PP tersebut menyatakan, investigasi kecelakaan transportasi diserahkan kepada KNKT yang kedudukan, tugas, dan organisasinya diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres), dalam hal ini Perpres No 2 Tahun 2012 tentang KNKT.

Menurut PP ini, investigasi kecelakaan transportasi diselenggarakan untuk mengungkap suatu peristiwa kecelakaan transportasi secara profesional dan independen guna memperoleh data dan fakta penyebab terjadinya kecelakaan transportasi tersebut.

Investasi kecelakaan transportasi diselenggarakan berdasarkan prinsip tidak untuk mencari kesalahan (no blame), tidak untuk memberikan sanksi/hukuman (no judicial), dan tidak untuk mencari siapa yang bertanggung jawab menanggung kerugian (no liability), sebagaimana dimaksud Pasal 2 PP No 62/2013 tersebut. Jadi, Lion Air tak perlu kebakaran jenggot.

Investigasi kecelakaan transportasi dilakukan terhadap kecelakaan kereta api, kecelakaan kapal, kecelakaan pesawat udara, dan kecelakaan tertentu kendaraan bermotor umum.

Untuk kecelakaan pesawat udara yang wajib dilakukan investigasi adalah yang mengakibatkan korban jiwa/luka serius, dan/atau kerusakan berat pada peralatan/fasilitas yang digunakan, atau terhadap pesawat udara yang mengalami kejadian serius. Jadi, sudah semestinya bila KNKT melakukan investigasi.

PP tersebut juga menyatakan operator, pabrikan sarana transportasi, dan pihak terkait lainnya wajib menindaklanjuti rekomendasi keselamatan yang tercantum dalam laporan akhir investigasi kecelakaan transportasi, dan melaporkan perkembangan tindak lanjut rekomendasi kepada Ketua KNKT.

Jadi, alih-alih menempuh jalur hukum,Lion Air justru wajib melakasanakan rekomendasi KNKT tersebut. Yakinlah bahwa KNKT bekerja secara profesional dan independen.

Kalau rekomendasi KNKT justru “menguntungkan” Lion Air, malah bisa memicu spekulasi liar, misalnya KNKT tidak independen dan tidak profesional, ewuh-pakewuh (sungkan), dan sebagainya akibat ada kedekatan Lion Air dengan pemerintah.

Keamanan, kenyamanan dan keselamatan penumpang adalah prioritas utama dalam penerbangan, tak perduli apakah tarifnya murah atau mahal. Nyawa manusia tak akan tergantikan oleh apa pun, termasuk oleh bilangan nominal asuransi yang mencapai miliaran.

Ini untuk merespons statemen yang pernah dilontarkan Rusdi Kirana, “pemilik” Lion Air yang kini menjadi Duta Besar RI untuk Malaysia, bahwa maskapainya paling buruk di dunia, tetapi Anda tak punya pilihan.

Sesungguhnya introspeksi, dan selanjutnya mengambil langkah-langkah perbaikan ke dalam, akan jauh lebih baik daripada main “ancam” menempuh jalur hukum, apalagi bila coba-coba bertindak “buruk muka cermin dibelah.” Semoga!

Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Pimpinan Komisi IV dan V DPR RI yang Salah Satunya Membidangi Perhubungan.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas