Fadli Zon: Kinerja Pemerintah dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Jalan di Tempat
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai, upaya pemerintah mendorong pemberantasan korupsi Indonesia jalan di tempat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai, upaya pemerintah mendorong pemberantasan korupsi Indonesia jalan di tempat.
Bahkan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mendukung pemberantasan korupsi bisa dikatakan masih artifisial dan tak substantif.
Fadli Zon yang juga sebagai Presiden Global Organization of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC) mengatakan berdasarkan data indeks persepsi korupsi Transparansi Internasional, pada 2017 Indonesia berada di peringkat ke-96 dengan skor 37.
Baca: Jokowi Ajak Masyarakat Menjaga dan Melestarikan Kebudayaan Indonesia
"Skor tersebut sama dengan skor di 2016. Ironisnya, selain tak ada peningkatan skor, justru secara peringkat Indonesia turun dari 90 di 2016 menjadi 96 di 2017. Dari sini saja kita bisa melihat kinerja pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi jalan ditempat, bahkan tertinggal," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/12/2018).
Data tersebut menurut Fadli Zon mematahkan euphoria terhadap peningkatan jumlah operasi tangkap tangan (OTT) dimana sejak awal 2018 hingga saat ini tercatat sudah ada 37 OTT.
Baca: Laode M Syarif Singgung Soal Agama saat Bahas Korupsi, Fahri Hamzah Geram: Bilang Aja Enggak Sanggup
"Jumlah ini lebih banyak dibanding tahun 2016 yang hanya 19 OTT. Tapi faktanya indeks persepsi korupsi kita justru stagnan. Ini menandakan pemberantasan korupsi tak cukup melalui penindakan, tapi juga dibutuhkan komitmen pencegahan korupsi dalam berbagai aspek," katanya.
Fadli mengatakan, minimnya upaya pembenahan pemberantasan korupsi, diperburuk dengan lemahnya komitmen pemerintah terhadap pencegahan korupsi di tubuhnya sendiri.
Ini tercermin dari terlibatnya sejumlah kementerian dan lembaga yang justru tersandung kasus korupsi besar.
Seperti kasus korupsi di Direktorat Pajak, Kejaksaan, dan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Desa.
Baca: Kambing Seharga Setengah Miliar Rupiah Kalah dalam Piala Presiden
"Berdasarkan data BKN 2018, terdapat 2.357 pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat tindak korupsi. Dari jumlah tersebut, 98 PNS tercatat berada di instansi pusat. Kementerian Perhubungan dan Kementerian Agama menjadi dua instansi dengan jumlah PNS yang terlibat korupsi tertinggi," jelas Fadli.
Tak hanya itu, menurutnya, korupsi juga terjadi pada proyek-proyek infrastruktur yang sedang dijalankan pemerintah.
Berdasarkan catatan ICW, klaim Fadli, pada tahun 2017 terdapat 241 kasus korupsi dan suap yang terkait pengadaan sektor infrastruktur.
Hal ini menjadikan sektor infrastruktur menempati posisi teratas kasus korupsi. Akibatnya, negara merugi Rp1,5 triliun dengan nilai suap mencapai Rp34 miliar.
"Saya melihat, potensi pelanggaran akan semakin besar. Apalagi jika proyek infrastruktur dipaksakan untuk selesai 2019. Tentunya akan membuka celah untuk bermain-main dengan anggaran negara," katanya.
Menurut Fadli, rendahnya komitmen pemerintah juga tercermin dari berlarut-larutnya pengungkapan kasus Novel Baswedan.
"Presiden di awal-awal kejadian berjanji menuntaskan kasus ini. Namun sudah lebih dari 600 hari, faktanya tak ada hasil nyata. Bahkan terkesan pemerintah berupaya mengalihkan tanggung jawab dan menghindar. Ini akan menjadi preseden buruk. Tak hanya bagi upaya pemberantasan korupsi, tapi juga bagi upaya penegakan hukum yang lebih luas," katanya.
Menurut dia, Hari antikorupsi sedunia pada 9 Desember, harusnya menjadi momen pemerintah untuk lebih serius dalam mendorong agenda pemberantasan korupsi.
"Pemberantasan korupsi di Indonesia tak bisa lagi bersandar pada model pemadam kebakaran saja. Harus ada upaya lebih substantif. Kita tak ingin terjadi juga kasus-kasus tebang pilih apalagi didasarkan kepentingan politik jangka pendek. Inilah tantangan besar kita sekarang," kata Fadli.