Kasus Suap Bakamla, KPK Terus Buru Keberadaan Politikus PDIP Ali Fahmi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memburu keberadaan mantan Staf Khusus Kepala Bakamla, Ali Fahmi alias Ali Habsyi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memburu keberadaan mantan Staf Khusus Kepala Bakamla, Ali Fahmi alias Ali Habsyi.
Politikus PDI-P itu pernah dipanggil sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan anggaran proyek Bakamla.
"Sudah kami panggil beberapa kali tidak datang dan ketika kami cek ke lokasi tempat yang bersangkutan berada itu tidak ada. KPK juga lakukan proses pencarian karena kami masih butuh pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dalam penyidikan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/12/2018).
Febri memastikan pihaknya akan terus melacak keberadaan Ali Habsyi.
Pasalnya, saat ini penyidik telah mengembangkan kasus tersebut dan menjerat Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia, Erwin Sya'af Arief sebagai tersangka.
"Tentu karena penyidikan ini juga masih berjalan kami masih akan melakukan proses pencarian," ujarnya.
Baca: Sebelum Meninggal, Dian Pramana Putra Minta Pulang ke Kediaman
Sebelumnya, KPK menetapkan 7 tersangka kasus dugaan suap proyek Bakamla RI.
Enam tersangka telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terkait kasus ini.
Adapun enam orang tersebut antara lain, Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama Bakamla RI Eko Susilo Hadi divonis penjara 4 tahun dan 3 bulan dan denda Rp200 juta.
Direktur PT Merial Esa Fahmi Dharmawansyah dijatuhi vonis penjara 2 tahun den 8 bulan dan denda Rp150 juta.
Selain itu, tersangka swasta Hardy Stefanus dijatuhi vonis penjara 1 tahun dan 6 bulan dan denda Rp100juta.
Tersangka M Adami Okta divonis penjara 1 tahun dan 6 bulan dan denda Rp100juta.
Sementara, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Novel Hasan dijatuhi vonis penjara 4 tahun dan denda Rp200 juta.
Terakhir, anggota Komisi I DPR RI Fayakhun Andriadi divonis penjara 8 tahun dan denda Rp 1 miliar dan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.
Terbaru, KPK menetapkan menetapkan Manager Director PT Rohde dan Schwarz Indonesia Erwin Sya'af Arief sebagai tersangka.
Erwin diduga berperan sebagai perantara suap.
KPK menduga Erwin membantu Direktur PT Merial Esa Fahmi Dharmawansyah memberikan suap kepada anggota Komisi I DPR RI 2014-2019 Fayakhun Andriadi.
Dia disinyalir mengirimkan rekening yang digunakan untuk menerima suap dan mengirimkan bukti transfer dari Fahmi ke Fayakhun.
"Jumlah uang suap yang diduga diterima Fayakhun Andriadi dari Fahmi adalah sebesar USD911.480 (setara sekitar Rp12 miliar)," kata Febri.
Menurut Febri, uang suap tersebut dikirim sebanyak empat kali melalui rekening di Singapura dan China.
Diduga, uang suap tersebut diberikan sebagai fee atas penambahan anggaran untuk Bakamla RI pada APBN P 2016 sebesar Rp1,5 triliun.