Ketua Partai Hanura Minta KPU Kembali ke Jalan yang Benar
Di hadapan Bawaslu RI, OSO menyampaikan fakta-fakta hukum terkait kegagalan dirinya mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), memenuhi panggilan Bawaslu RI sebagai pelapor kasus dugaan pelanggaran pemilu soal pencalonan sebagai anggota DPD RI.
OSO memasuki ruang pemeriksaan di Gedung Bawaslu lantai 2 pada Jumat (28/12/2018) pukul 14.00 WIB. Anggota RI Bawaslu yang memeriksa OSO adalah Rahmat Bagja dan Ratna Dewi Pettalolo.
Di hadapan Bawaslu RI, OSO menyampaikan fakta-fakta hukum terkait kegagalan dirinya mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI karena gagal memenuhi syarat yang diminta KPU RI.
"Saya sampaikan sesuai dengan fakta-fakta hukum yang selama terjadi dan tidak menambah dan tidak mengurangi, menghormati langkah-langkah hukum," kata OSO, ditemui di kantor Bawaslu RI, Jumat (28/12/2018).
Dia menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018. Namun, kata dia, putusan MK tersebut tidak berlaku surut, sehingga harusnya berlaku pada Pemilu 2024.
Baca: Bisnis Prostitusi Online Terungkap di Serpong, Pelaku Mematok Tarif Rp 200 Ribu Sekali Tampil Live
Putusan ini menegaskan mengenai larangan pengurus partai politik mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD RI. Apabila tetap ingin mendaftarkan diri, harus mundur terlebih dahulu dari kepengurusan parpol.
"Putusan PTUN juga kami sudah menang, MA juga sudah memerintahkan, Bawaslu juga memerintahkan KPU untuk melaksankan putusan PTUN itu," kata dia.
Atas keputusan KPU tak mencantumkan namanya di DCT DPD RI, dia menuding, lembaga penyelenggara pemilu tersebut sudah dijadikan sebagai alat politik yang sengaja menjegal untuk tidak menjadi senator.
"KPU kok mau dipergunakan. KPU itu milik semua orang. Tak boleh digunakan oleh siapapun apalagi dalam kepentingan pemilu. Dia harus adil. Harapannya kembali ke jalan yang benar," tambahnya.
Baca: Bisnis Prostitusi Online Terungkap di Serpong, Pelaku Mematok Tarif Rp 200 Ribu Sekali Tampil Live
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang menempuh jalur hukum melalui membuat laporan ke Bareskrim Polri dan Bawaslu RI atas keputusan KPU RI tidak menyertakan namanya di DCT calon anggota DPD RI dari daerah pemilihan Kalimantan Barat untuk periode Pemilu 2019.
Sebanyak 34 anggota Dewan Pimpinan Daerah DKI Jakarta Partai Hanura yang diwakili Ketuanya, Muhammad Sangaji melaporkan Ketua KPU RI, Arief Budiman dan Komisioner KPU RI, Hasyim Asyari ke Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/1649/XII/2018/BARESKRIM.
Arief dan Hasyim dilaporkan ke Bareskrim atas tudingan tidak mau menjalankan putusan pengadilan. Keduanya juga dituduh melakukan tindakan makar. Hal ini, karena mereka tidak menjakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai pencalonan OSO, sebagai anggota DPD.
Putusan itu memerintahkan KPU mencabut DCT anggota DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Selain dilaporkan ke Bareskrim Polri, pihak OSO juga mengajukan dua laporan kepada Bawaslu RI. Laporan pertama dari Dodi S. Abdul Kadir, penasihat hukum OSO melaporkan komisioner KPU RI pada 18 Desember 2018. Pokok laporan terkait KPU RI menerbitkan surat Nomor 1492/PL.01.4-SD/03/KPU/XII/2018 tanggal 08 Desember 2018, perihal pengunduran diri sebagai pengurus Partai Politik bagi calon anggota DPD RI Pemilu tahun 2019.
Dalam laporan pertama, penerbitan surat KPU itu oleh pelapor diduga sebagai pelanggaran hak administratif Pemilu.
Sedangkan, laporan kedua dari Firman Kadir penasihat hukum OSO melaporkan komisioner KPU RI pada 18 Desember 2018. Pokok laporan terkait KPU RI menerbitkan surat Nomor 1492/PL.01.4-SD/03/KPU/XII/2018 tanggal 08 Desember 2018, perihal pengunduran diri sebagai pengurus Partai Politik bagi calon anggota DPD RI Pemilu tahun 2019.
Untuk laporan kedua, komisioner KPU RI dinilai tidak mau melaksanakan terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan permohonan OSO.