KPK Imbau Tersangka Skandal Korupsi SPAM PUPR Kembalikan Uang
"Kalau pengembalian, tentu saja akan lebih baik ya kalau ada tersangka yang pernah menerima itu mengembalikan ke KPK," katanya
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK mengimbau tersangka kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018 yang menerima uang agar mengembalikannya ke KPK.
"Kalau pengembalian, tentu saja akan lebih baik ya kalau ada tersangka yang pernah menerima itu mengembalikan ke KPK, kami akan pertimbangkan itu sebagai faktor yang meringankan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (4/1/2019).
Baca: Geledah Kantor Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, KPK Sita Dokumen Proyek SPAM
Bukan hanya tersangka, KPK juga mengimbau pihak-pihak lain yang juga menerima, misalnya mengakui ketika diperiksa, agar mengembalikannya.
Pengembalian tersebut juga akan menjadi pertimbangan yang meringankan.
"Jika itu dikembalikan ke KPK akan kami pertimbangan sebagai faktor yang meringankan dan masuk sebagai salah satu berkas dalam kebutuhan pembuktian ya," ujar Febri Diansyah.
Menurut Febri Diansyah, untuk sementara penyidik telah menyita sejumlah uang sekitar Rp1 miliar hasil penggeledahan.
Uang tersebut di antaranya yakni Rp800 juta dan Rp200 juta. Kemudian deposito setidaknya Rp1 miliar.
"Nanti kami juga akan mengembangkan lebih lanjut penanganan perkara ini," kata Febri Diansyah.
Dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018 itu, KPK menetapkan delapan orang tersangka di antaranya empat petinggi perusahaan diduga sebagai pihak pemberi suap yakni Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kesuma Emindo (PT WKE), Budi Suharto (BSU); Direktur PT WKE, Lily sundarsih (LSU); Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), Irene Irma (IIR); dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo (YUL).
Kemudian empat orang pejabat Kementerian PUPR yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suapnya di antaranya Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE). PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah (MWR); Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar (TMN), dan PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin (DSA).
Anggiat, Meina, Teuku, dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuran, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
Kemudian, dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Adapun rinciannya yakni Anggiat menerima Rp350 juta dan USD5.000 untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Meina menerima Rp1,42 miliar dan SGD22.100 untuk pembangunan Katulampa.
Adapun tersangka Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Tersangka Donny Sofyan Arifin sejumlah Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Atas uang tersebut, lelang diatur untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama.
PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar dan PT TSP untuk nilai di bawahnya.
Adapun selama tahun 2017-2018 kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar.
Adapun proyek terbesar adalah pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung senilai Rp210 miliar.
PT WKE dan PT TSP diinta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala satker dan 3 persen untuk PPK.
Pada praktiknya, kedua perusahaan ini diminta meberikan sejumlah uang pada proses lelang dan sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek.
Baca: KPK Panggil Kasubag Keuangan Dinas Pendidikan Cianjur untuk Kasus Bupati Cianjur
KPK menyangka empat pejabat Kementerian PUPR melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene Irma, dan Yuliana disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.