Novel Baswedan: Sangat Mengecewakan Jika Ada Pejabat Berpikir Teror Terhadap Pegawai KPK Kasus Biasa
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengkritik keras anggapan pejabat pemerintah terkait teror terhadap insan KPK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengkritik keras anggapan pejabat pemerintah yang menyatakan kalau serangan teror terhadap beberapa pegawai dan pimpinan KPK, termasuk juga dirinya, sebagai suatu hal yang biasa.
Novel menilai, pemerintah tidak paham bahwa orang-orang yang berjuang memberantas korupsi merupakan pejuang hak asasi manusia.
"Saya masih melihat di beberapa kesempatan, ada aparatur, pejabat-pejabat pemerintah yang berstatement seolah-olah serangan kepada pegawai KPK adalah kasus biasa. Ini suatu hal yang sangat menyedihkan. Bahkan, pejabat kita tidak paham bahwa orang yang berjuang berantas korupsi adalah pejuang hak asasi manusia," ucap Novel di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (15/1/2019).
Baca: Ayah Kandung Irish Bella Bocorkan Tanggal Penikahan Ammar Zoni dan Anaknya
Ia menjelaskan, kalau pekerjaan memberantas korupsi sangat relevan dengan hak asasi manusia.
Tanpa pemberantasan korupsi, akan sulit masyarakat untuk menerima hak-haknya, seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, dan hak atas lingkungan hidup yang sehat.
Maka dari itu, mantan perwira polisi itu pun mengungkapkan rasa kecewanya mendengar ada pejabat yang mengatakan kalau serangan yang dialamatkan kepada insan KPK sebagai sesuatu yang biasa saja.
"Apabila pejabat ada yang berpikir bahwa ini kasus biasa, bagaimana kemudian akan merespon hal ini? Tentunya ini sangat mengecewakan," kata Novel.
Baca: Komnas HAM Sampaikan Laporan Dugaan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Dukun Santet di Jawa Timur
Menyikapi tim gabungan yang dibuat kepolisian untuk mengusut kasusnya, Novel berharap agar pembentukan tim tersebut bukan hanya formalitas belaka dalam memenuhi rekomendasi Komnas HAM.
Kendati tidak sesuai dengan harapannya perihal pembentukan tim gabungan pencari fakta oleh Presiden, Novel berujar kalau dirinya akan menunggu hasil dari kinerja tim gabungan tersebut.
"Oke lah ini baru dibentuk, kita akan menilai apakah tim ini bekerja dengan benar atau tidak. Indikatornya adalah bisa enggak ini diungkap dengan benar," ujar Novel.
Baca: Arema FC Rekrut Dua Pemain Asing dan 3 Pemain Lokal: Pilar dari Brasil dan Uzbek Jadi Kekuatan Baru
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin Moeldoko mengaku sudah mengantisipasi pertanyaan terkait isu pelanggaran HAM dalam debat tahap pertama Pilpres 2019.
Salah satu isu pelanggaran HAM diantisipasi terkait kasus penyiraman air keras dialami penyidik KPK Novel Baswedan.
Kasus teror fisik dialami Novel itu rencananya bakal diangkat kubu Prabowo-Sandiaga dalam debat perdana dengan tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.
Namun, Moeldoko, menegaskan kasus dialami Novel tak termasuk dalam pelanggaran HAM berat.
"Pelanggaran HAM berat itu terjadi apabila abuse of power. Terus ada genocide tersistem. Enggak ada itu dilakukan terhadap kasus Novel, bukan dan tidak ada kaitannya dengan kebijakan negara. Abuse of power itu adalah kebijakan negara, melekat," ujar Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (11/1/2019).
Menurut dia, kasus Novel masuk dalam kriminal murni. Hanya saja, kata Moeldoko, pelaku penyerang Novel belum terungkap.
"Dalam konteks ini adalah konteks kriminal murni. Hanya persoalannya siapa pelakunya, itu yang jadi persoalan, yang belum ditemukan. Apa itu abuse of power? Bukan. Konteksnya di situ," kata Moeldoko yang juga Kepala Staf Kepresidenan itu.