KPK Minta Wali Kota Batam Jelaskan Surat Urunan untuk Koruptor
Febri Diansyah mengatakan, apabila surat urunan untuk koruptor itu benar, inspektorat diminta melakukan pemeriksaan internal.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Wali Kota Batam Muhammad Rudi menjelaskan soal keberadaan surat urunan untuk koruptor yang diteken Sekda Kota Batam Jefridin.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, apabila surat urunan untuk koruptor itu benar, inspektorat diminta melakukan pemeriksaan internal.
"Jika surat itu benar, wali kota Batam harus menjelaskan apakah surat tersebut dibuat atas inisiatif sekda atau ada arahan dari wali kota," kata Febri kepada wartawan, Selasa (22/1/2019).
"Sebaiknya kepala daerah menugasi inspektorat untuk melakukan pemeriksaan secara internal," imbuhnya.
Surat yang dimaksud adalah surat permohonan bantuan yang ditujukan guna "meringankan beban" terpidana korupsi Abd Samad, eks Kasubbad Bansos bagian Kesra Sekretariat Daerah Kota Batam.
Baca: Eni Menilai Tak Masalah Pengusaha Beri Bantuan untuk Munaslub Golkar
Abd Samad, dalam surat itu, disebut dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp626 juta, dan jika tak dibayarkan, masa tahanan bertambah jadi 5 tahun 6 bulan.
Untuk "membantu" Abd Samad dalam melunasi denda itulah, sekda Batam meneken surat yang di dalamnya memohon bantuan Rp50 ribu per orang dari tiap PNS di Kota Batam.
Surat itu juga ditembuskan ke wali kota, wakil wali kota, asisten administrasi setda, serta inspektorat.
KPK menilai surat itu sebagai bentuk kompromi terhadap korupsi.
Surat itu juga dianggap tak sejalan dengan keputusan untuk memecat semua PNS yang terbukti korupsi.
"Di tengah semangat kita memberantas korupsi dengan segala kendala yang ada saat ini, bahkan pasca-adanya Keputusan Bersama Mendagri, Menpan RB, dan Kepala BKN untuk memberhentikan PNS yang terbukti melakukan korupsi, justru kita mendengar ada surat-surat seperti itu," jelas Febri.
Karena itu, ia meminta PNS di Batam tak mematuhi surat tersebut.
Febri mengingatkan jiwa korsa bukan untuk membantu koruptor.
"Jiwa korsa mestinya kebersamaan untuk kebaikan dalam pelayanan tugas melayani masyarakat. Bukan justru kebersamaan membela pelaku korupsi," tandasnya.
"Bagi para PNS di Batam, tidak perlu mengikuti permintaan tersebut," pungkas Febri.