Idrus Marham : PLTU Riau-1 Bukan Proyek Partai Golkar
"Proyek PLTU bukan proyek Golkar. Ini pribadi dan harus bertanggungjawab," kata Idrus di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, menegaskan kasus suap proyek PLTU Riau-1 bukan proyek Partai Golkar.
"Proyek PLTU bukan proyek Golkar. Ini pribadi dan harus bertanggungjawab," kata Idrus di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Selasa (12/2/2019).
Baca: Sofyan Basir Nilai Idrus Marham Tidak Tahu Soal Proyek PLTU Riau-1
Idrus Marham merasa perlu menyampaikan pembelaan tersebut. Sebab, dia merasa janggal melihat halaman 11 dalam surat dakwaan kasus suap proyek PLTU Riau-1 yang menjeratnya.
Di dalam surat dakwaan itu tertulis, "Bahwa dari total penerimaan uang dari Johanes Budisutrisno Kotjo sejumlah Rp 2.250.000.000,00 tersebut, sejumlah Rp 713. 000.000,00 diserahkan oleh Eni Maulani Saragih selaku bendahara kepada Muhammad Sarmuji selaku Wakil Sekretaris Steering Committe Munaslub Partai Golkar Tahun 2017 sesuai dengan keinginan terdakwa selaku penanggungjawab Munaslub Partai Golkar Tahun 2017."
"Di dalam halaman 11 dakwaan itu ada. Terus terang dari hati saya agak terganjal, karena ada seakan-akan sesuai keinginan terdakwa selaku penanggungjawab padahal itu saya pada halaman 11 dan tadi dijelaskan Sarmuji tidak ada keinginan terkait masalah keuangan itu," kata Idrus Marham.
Idrus Marham menegaskan, peran dalam penyelenggaraan Munaslub Partai Golkar itu selaku peran konseptual bukan peran mencari uang.
Peran konseptual, kata Idrus selaku sekjen Partai Golkar bertanggungjawab merumuskan konsep.
"Jadi penanggungjawab utama ketua umum. Baru berdasarkan tata kerja ketua umum mendelegasikan kepada sekjen terkait konsep administrasi. Kemudian ketua umum mendelegasikan kepada bendahara umum terkait keuangan," ucap Idrus Marham.
"Oleh karena itu, saya tidak pernah terkait keuangan. Dan seluruh rencana munaslub secara konseptual di dalam rapat-rapat saja menjadi narasumber," ucap Idrus Marham menambahkan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Rencananya, proyek akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Semula, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.
Tetapi, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, akhirnya Kotjo menemui Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Lalu, Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.
Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi.
Selama perjalanan kasus ini, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Di dalam surat dakwaan disebutkan, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Baca: Sofyan Basir Kaget Idrus Marham Hadir di Kediamannya Bahas Proyek PLTU Riau
JPU pada KPK menduga Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Idrus disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Atas perbuatan itu, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.