Menggaet Generasi Milenial Lewat Kopi
Masyarakat awam pun sekarang sudah mulai mengenal jenis-jenis kopi yang memiliki kualitas nomor wahid.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kopi Indonesia punya nama yang mengkilat di industri kopi dunia. Indonesia menempati posisi ke empat setelah Columbia, Vietnam, dan Brazil sebagai negara produsen kopi terbanyak di dunia. Itu baru kuantitas.
Dari segi kualitas, kopi Java Robusta, Toraja, Mandailing, hingga kopi Luwak sudah diakui dunia internasional sebagai jenis kopi yang memiliki kualitas sangat baik.
Kegemaran orang Indonesia akan citarasa tertentu dari kopi, tercermin pada jumlah jenis kopi robusta yang hingga saat ini mendominasi lahan pertanian kopi Indonesia dengan presentase 75 persen.
Namun seiring perkembangan industri kopi di Indonesia yang semakin pesat, banyak yang mulai memperkaya pilihan cita rasanya dengan mencicipi kopi arabica dan excelsa.
Penggemar kopi arabica, menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Pranoto Soenarto, saat ini cenderung merupakan generasi milenial. Cita rasa asam dan aroma khas yang dimiliki kopi arabica, ternyata mampu menarik perhatian anak muda.
Kini banyak coffee shop kekinian yang menyajikan kopi arabica sebagai produk unggulannya.
“Orang indonesia itu sebenarnya cenderung lebih suka meminum kopi jenis robusta. Karena orang Indonesia sangat suka kopi pahit. Sementara arabica ini cenderung lebih digemari oleh generasi milenial atau jiwa-jiwa muda yang memang gemar mengikuti lifestyle”, ungkap Pranoto di Jakarta Januari lalu.
Menjamurnya cofee shop dan mikro roosters di kota-kota besar membuat perkembangan industri kopi di tanah air melesat cepat.
Masyarakat awam pun sekarang sudah mulai mengenal jenis-jenis kopi yang memiliki kualitas nomor wahid.
“Perkembangan bisnis sangat pesat apalagi di Indonesia. Tumbuhnya _cafe-cafe_ kecil sangat berperan bagi masyarakat awam untuk mengenal kopi dengan kualitas bagus. Sampai sekarang tetap banyak yang diekspor karena ya kuantitinya banyak sekali”, lanjut Pranoto.
Namun Pranoto memiliki harapan agar orang-orang yang ingin berbisnis kopi tidak hanya sekedar membuka cofee shop. Karena menurutnya salah satu yang menjadi persoalan dalam industri kopi di Indonesia adalah minimnya regenerasi petani kopi.
“Kita berharap dengan berkembangnya industri kopi yang semakin menjanjikan, akan banyak anak muda yang beraih menjadi petani kopi,” katanya.
Untuk itu ia menilai strategi pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menggaet anak muda menjadi petani merupakan hal yang perlu diapresiasi. Kesejahteraan petani mungkin masih menjadi momok bagi generasi milenial untuk mau terjun menjadi petani.
“Sangat perlu ada regenerasi, itu bisa dilakukan namun dengan syarat yaitu harus bisa memberi pemasukan yang bisa diandalkan. Orang-orang akan banyak masuk ke situ kalau pekerjaan itu dapat menjamin hidup mereka. Untuk sekarang di daerah-daerah tertentu itu sudah mulai ada anak-anak muda yang jadi petani kopi karena memang industri ini sangat menjanjikan” kata Pranoto.
Menggandeng, Bukan Sekedar Dorongan Motivasi
Kementerian Pertanian memang tengah melakukan upaya-upaya agar usaha pertanian semakin menarik bagi generasi muda. Dan untuk itu, Kementan tidak hanya memberi dorongan melainkan menggandeng tangan-tangan mereka.
Akhir Januari lalu misalnya, melalui Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, Kementan meluncurkan gerakan Santri Tani di Lapangan Pasar Munding, Desa Kamulyaan, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Ketika itu Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan peluncuran ini sekaligus rangkaian pengembangan program gerakan 1 juta petani milenial yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Pemerintah juga sudah melakukan upaya lain seperti bimbingan teknik budidaya pertanian, demonstration plot, dan distribusi sarana produksi seperti benih padi, kopi, tanaman perkebunan seperti cabai sayuran dan buah-buahan dengan alat Alsinta berupa traktor,’ ujar Amran di Tasikmalaya, Jawa Barat Jumat (25/1) lalu.
Ia menambahkan pengembangan 1 juta petani milenial sudah mengalami berbagai kemajuan. Di Jawa Barat sendiri, pemerintah telah melibatkan 24.000 santri tani yang tergabung dalam 800 kelompok santri tani.
Menurutnya sejauh ini, santri tani sudah tersebar di seluruh provinsi mulai dari Aceh sampai Papua. Total pesertanya bahkan mencapai 5.760 dengan rata-rata usia 19-39 tahun.
"Secara lebih spesifik, tujuan diselenggarakan gerakan petani milenial adalah membuka lapangan kerja dan mengurangi pengangguran, menekan kemiskinan dan urbanisasi, serta menumbuhkan wirausaha muda pertanian (Agro-entrepreunership)," tutup Amran optimistis.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.