39 Lembaga Masyarakat Sipil dan Tokoh Masyarakat Tandatangani Petisi Menolak Restrukturisasi TNI
Petisi tersebut berjudul "Restrukturisasi dan Reorganisasi TNI Tidak Boleh Bertentangan dengan Agenda Reformasi TNI".
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 39 lembaga masyarakat dan 39 tokoh masyarakat yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil menolak restrukturisasi di tubuh organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Jumat (15/2/2019) di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Menteng Jakarta Pusat.
Sejumlah perwakilan lembaga dan tokoh masyarakat yang hadir dalam konferensi pers tersebut antara lain Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid, Direktur Imparsial Al Araf, Sekretaris International NGO Forum on Indonesia Development (Invid) Nawawi Bahrudin, dan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati.
Hadir pula Peneliti Utama bidang perkembangan politik nasional di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mochtar Pabotinggi, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta M Islah, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana, Direktur Eksekutif Yayasan TIFA Darmawan Triwibowo, dan Kepala Divisi Pembelaan HAM Kontras Arif Nur Fikri.
Petisi tersebut berjudul "Restrukturisasi dan Reorganisasi TNI Tidak Boleh Bertentangan dengan Agenda Reformasi TNI".
Di hadapan sejumlah media, petisi tersebut dibacakan bergantian oleh Direktur WALHI M Islah dan Direktur LBH Jakarta Arif Maulana.
Baca: Laporan Terbaru Aktivitas Gunung Merapi, BPPTKG Imbau Masyarakat Waspadai Hujan Abu dan Banjir Lahar
Dalam petisi tersebut mereka memahami bahwa rencana TNI untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi TNI dilakukan dengan beberapa rencana kebijakan.
Hal itu meliputi penempatan militer ke jabatan-jabatan sipil, penambahan unit serta struktur baru di TNI, peningkatan status jabatan dan pangkat di beberapa unit dan perpanjangan masa usia pensiun Bintara dan Tamtama.
Mereka melihat restrukturisasi dan reorganisasi ini juga tidak bisa dilepaskan dari Peraturan Presiden No 62 tahun 2016 tentang Susunan Organisasi TNI.
"Kami menilai penataan organisasi militer perlu didasarkan pada pertimbangan dinamika lingkungan strategis guna meningkatkan efektivitas organisasi dalam menghadapai ancaman dengan tetap berpijak pada fungsinya sebagai alat pertahanan dan mempertimbangkan aspek ekonomi (anggaran)," kata Islah membacakan petisi tersebut.
Mereka juga menilai penataan organisasi TNI juga harus mempertimbangkan aspek reformasi TNI, sehingga tidak boleh bertentangan dengan agenda reformasi TNI itu sendiri.
"Kami menilai rencana penempatan militer aktif pada jabatan sipil melalui revisi UU TNI tidak tepat. Penempatan TNI aktif pada jabatan sipil dapat mengembalikan fungsi kekaryaan TNI yang dulunya berpijak pada doktrin dwi fungsi ABRI (fungsi sosial-politik) yang sudah dihapus sejak reformasi. Hal ini tentu tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan dapat mengganggu tata sistem pemerintahan yang demokratis," kata Islah.
Mereka memahami reformasi TNI mensyaratkan militer tidak lagi berpolitik dan salah satu cerminya adalah militer aktif tidak lagi menduduki jabatan politik seperti di DPR, Gubernur, Bupati, atau jabatan di kementerian dan lainnya.
Baca: Kiper Fenomenal Ini Tak Sakit Hati dan Sibuk Memahat Diri Setelah Dicoret dari Timnas U-22 Indonesia
Menurut mereka, sejak UU TNI disahkan, militer aktif hanya menduduki jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan seperti Kementerian Pertahanan, Kemenkopulhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung (Pasal 47 ayat 2 UU TNI).
Menurut mereka, penempatan TNI dalam lembaga didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan non departemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang dimaksud dalam Pasal 47 ayat 3 UU TNI.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.