Merry Purba Merasa Dikorbankan dalam Kasus Suap
Merry Purba jalani sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merry Purba, hakim adhoc Pengadilan Tipikor Medan merasa menjadi korban dalam kasus suap yang melibatkan pengusaha, Tamin Sukardi.
Dia mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan Tamin. Dia mengklaim, yang berkomunikasi dengan Tamin adalah panitera pengganti di PN Medan, Oloan Sianturi.
"Saya tak tahu, mereka semua ngomongin Tamin, tetapi kenapa saya menjadi korban. Mereka semua berhubungan dengan terdakwa, pihak berperkara. Tetapi kenapa saya dikorbankan?" ujar Merry kepada majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Pernyataan itu disampaikan setelah Merry mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Baca: Bantu Urus Perkara, Saksi Ungkap Panitera Pengganti PN Medan Minta Rp 450 Juta
Mereka yaitu, Marten Teni Peters, panitera pengganti PN Medan, Wahyu probo Yulianto, panitera muda khusus Tipikor PN Medan, dan Oloan Sirait panitera pengganti PN Medan.
Upaya menghadirkan saksi itu dilakukan JPU pada KPK untuk mengungkap kasus perkara suap yang menjerat terdakwa Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba.
Sebelumnya, Merry diduga menerima suap sejumlah SGD280.000 melalui Helpandi dari Tamin Sukardi bersama Hadi.
Suap ini diberikan agar Tamin divonis ringan dalam kasus korupsi penjualan tanah aset negara senilai Rp132 miliar lebih.
Dalam vonis yang dibacakan pada tanggal 27 Agustus 2018 ini, Merry menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion) bahwa penjualan tanah senilai Rp132 miliar lebih itu bukan merupakan tindak pidana korupsi.