LIPI: Kemunculan Caleg Eks Napi Korupsi Sama Saja Mengkhianati Kepentingan Publik
Kemunculan caleg mantan narapidana korupsi di pesta demokrasi ini, dianggap sama saja mengkhianati kepentingan publik dalam pemilu.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik LIPI, Syamsuddin Haris menyoroti soal subjektifitas utama pemilu. Padahal para kandidat dan partai politik yang bertarung di pesta demokrasi tak lain demi kepentingan rakyat.
Maka seharusnya subjek utama pemilu adalah masyarakat, atau para calon pemilih.
"Logisnya kalau publik subjek utama, bahwa publik berhak mendapat caleg layak pilih," kata Syamsuddin dalam diskusi di Jenggala Center, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (28/2/2019).
Poin paling logis yang bisa ditangkap dari hal tersebut yaitu bila publik adalah subjek utama, maka mereka berhak mendapat calon legislatif yang layak pilih.
Kemunculan caleg mantan narapidana korupsi di pesta demokrasi ini, dianggap sama saja mengkhianati kepentingan publik dalam pemilu.
"Makanya kalau muncul caleg mantan napi, ya sangat tidak layak. Itu sama saja mengkhianati kepentingan publik," ungkapnya.
Baca: Menko PMK Puan Maharani Inginkan Distribusi Buku Anak Hingga Pelosok Desa
Sebelumnya, di akhir Januari kemarin, KPU RI sudah membuka data 49 nama caleg mantan terpidana korupsi ke publik. Hari ini, Selasa (19/2) KPU kembali merilis 32 nama caleg lagi. Jika di total, ada 81 caleg mantan napi korupsi ikut terlibat dalam pemilu 2019.
Namun tambahan 32 caleg itu hanya di tingkat pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sementara tingkat DPD tidak ada penambahan.
"Kami menerima kembali data baru dari teman-teman Kabupaten/Kota dan Provinsi. yang baru itu ada sekitar 32 orang dari beberapa caleg DPRD Provinsi dan caleg DPRD Kabupaten/Kota. Tapi tidak ada penambahan untuk DPD," kata Komisioner KPU RI Ilham Saputra dalam konferensi pers di KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (19/2/2019).