Dengarkan Putusan, Anak Sulung Dampingi Eni Saragih di Persidangan
Namun, tak terlihat suami Eni. Mantan wakil ketua Komisi VII DPR RI itu mengklaim suaminya tidak hadir ke persidangan, tetapi berada di Jakarta.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
JPU pada KPK, Lie Putra Setiawan, menilai Eni Maulani Saragih telah terbukti menerima uang suap senilai Rp4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources.
"Menuntut majelis hakim menyatakan terdakwa Eni Maulani Saragih terbukti sah dan meyakinkan bersalah," tutur Lie saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Selama persidangan terungkap uang itu diberikan agar Johannes mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau (PLTU Riau-1).
Proyek PLTU Riau-1 sedianya akan dikerjakan oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company. Perusahaan itu dibawa langsung oleh Kotjo.
Tuntutan berupa pemberian hukuman pidana penjara selama 8 tahun ditambah hukuman berupa membayar denda senilai Rp 300 juta. Spatula tidak dipenuhi maka diganti dengan kurungan 4 bulan penjara.
"Mewajibkan membayar denda Rp 300 juta dan subsider 4 bulan kurangan," tutut JPU pada KPK.
Selain itu, JPU pada KPK menuntut Eni membayar uang pengganti senilai Rp 10,35 miliar dan SGD 40 ribu. Uang itu diperhitungkan dari sebagian uang yang telah dikembalikan ke KPK.
Nantinya, kata JPU pada KPK apabila tidak dibayarkan maka akan diganti dengan kurungan satu tahun penjara.
Setelah menjalani hukuman, Eni dikenakan pidana tamabahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.
"Pencabutan hak untuk dipilih selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok," tambah JPU pada KPK.
Selain menerima suap, Eni juga menerima gratifikasi sebesar Rp5,6 miliar dan SGD40 ribu dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas).
Akibat perbuatan itu, Eni didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.