Sosiolog UI Sarankan Solusi Mediasi Dalam Kasus Dosen UNJ Robertus Robet
Robertus diduga melanggar Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Kastorius Sinaga menyarankan kepolisian lebih mengutamakan pendekatan ADR (alternative dispute resolution) berupa upaya mediasi penyelasaian masalah secara damai dalam kasus penghinaan TNI oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robert.
"Berharap agar kepolisian tidak memilih pendekatan represif dalam bentuk penahanan atas Robertus Robert dan lebih mengutamakan pendekatan ADR, dengan melibatkan stakeholder TNI yang dipandang dirugikan dalam insiden ini," ujar Kastorius Sinaga kepada Tribunnews.com, Jumat (8/3/2019).
Memang menurut Kastorius Sinaga, patut disayangkan, dalam situasi politik yang memanas seiring dengan Pilpres 2019 seperti saat ini, Robertus Robert cukup provokatif menyanyikan plesetan Mars ABRI yang populer saat gerakan reformasi 1998 yang lalu itu.
Dia menilai, Robertus Robert kurang antisipatif dan tidak waspada bila penggalan plesetan mars yang dia nyanyikan di acara Kamisan di depan istana tersebut akan dapat memicu masalah bagi dirinya dan masyarakat.
Meski, lanjut dia, sebenarnya maksud orasi yang bersangkutan, bila orasi Robertus Robert utuh didengar, secara substantif tidaklah bertujuan untuk menghina institusi TNI sekarang ini.
Namun sebaliknya, Robertus justru ingin mencegah kembalinya “Dwifungsi ABRI” ke dalam kehidupan bernegara tatkala mencuat polemik pengisian perwira TNI aktif di jabatan sipil yang strategis.
Baca: Resmikan Tol Trans Sumatera, Hasto: Jokowi Tembus Kebuntuan Dari Pemerintahan Sebelumnya
"Dapat kita pahami bahwa kekwatiran masyarakat sipil, yang sepertinya direpresentasikan oleh Robertus Robert, akan kembalinya dwifungsi ABRI didasarkan pada komitmen yang tinggi dari kalangan ini untuk tetap mengawal proses demokratisasi yang memang mensyaratkan netralitas dan profesionalitas TNI sebagaimana juga diatur dalam ketentuan UU bidang TNI dan UU Pertahanan," paparnya.
Lebih lanjut ia menilai tepat bahwa penyidik Polri dengan cepat menjemput dan memanggil Robertus Robert untuk dimintai keterangan.
Tindakan proaktif kepolisian ini bertujuan sebagai upaya preventif agar insiden tersebut tidak memunculkan ekses negatif terhadap situasi kamtibnas yang memang harus dijaga saat ini dan kedepan.
Di sisi lain juga, kata dia, Robertus Robert telah meminta maaf secara terbuka khususnya ke pihak institusi TNI dan ke masyarakat umum.
Dalam konteks ini, Kapuspen TNI juga sudah memberi keterangan resmi di media massa dan mengatakan dengan arif bahwa insiden tersebut tidak berdampak kepada penistiaan institusi TNI saat ini.
Karenanya Kastorius Sinaga mengajak agar semua pihak perlu menempatkan kasus ini secara arif, berimbang disertai upaya “cooling down” dengan melihat berbagai aspek termasuk menjaga agar kelompok masyarakat sipil (civil society) tetap bersemangat, tanpa dicekam rasa takut berlebihan untuk mengawal proses demokratisasi dan kebebasan berpendapat di depan umum.
"Tentu rambu-rambu hukum perlu diperhatikan sebagai acuan di dalam upaya memajukan demokrasi di negara ini," ucapnya.
Atas dasar itu pula, dia menyarankan, agar penyidik Polri, atas dasar penyelidikan yang telah dilakukan, segera melakukan klarifikasi secara komprehensif atas insiden ini termasuk tiadanya rencana/niat jahat (mens rea) dari Robertus Robert untuk menistakan institusi TNI yang sekarang ini.