Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota KPU: Kelihatan Sekali Ada Upaya Sistematis untuk Mendeligitimasi KPU

Pramono berterima kasih atas pengawasan yang dilakukan publik terhadap pihaknya.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Anggota KPU: Kelihatan Sekali Ada Upaya Sistematis untuk Mendeligitimasi KPU
Tribunnews/JEPRIMA
Ketua KPU Arief Budiman didampingi para Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi dan Ilham Saputra saat merilis 49 caleg berstatus mantan narapidana Korupsi pada pemilu 2019 di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019). Sebanyak 49 Caleg berstatus mantan narapidana korupsi kembali mencalonkan diri pada pemilu 2019 terdiri dari calon anggota DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten. (Tribunnews/Jeprima) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyebut, ada upaya sejumlah pihak untuk mendelegitimasi pihaknya dengan cara menuding KPU berbuat curang dalam Pemilu 2019.

Ada narasi yang dibangun seolah-olah penyelenggara pemilu yang tidak adil.

Pramono berterima kasih atas pengawasan yang dilakukan publik terhadap pihaknya.

Namun, menurut dia, kontrol bukan berarti langsung menuduh KPU curang padahal KPU belum berbuat apa-apa.

"Akhir-akhir ini muncul kan KPU itu dituduh dulu curang, lalu argumennya apa, lalu dicari-cari, yang munculkan itu," kata Pramono di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/3/2019).

"Kelihatan sekali ada upaya sistematis untuk medeligitimasi KPU atau penyelenggara pemilu secara umum dengan cara menuduhkan hal-hal yang sebenarnya tidak dilakukan oleh KPU atau mendisinformasi hal-hal yang dilakukan oleh KPU," sambungnya.

Baca: Soal Dugaan DPT Ganda 17,5 Juta, BPN Akan Minta Klarifikasi Dukcapil

Pramono mencontohkan, hal yang baru-baru ini terjadi adalah soal 17,5 juta pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dianggap tidak wajar oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.

Berita Rekomendasi

Data tidak wajar itu adalah pemilih yang tanggal lahir dan bulannya terkonsentrasi pada tiga titik waktu, yaitu 1 Januari, 1 Juli, dan 31 Desember.

Data ini padahal mengacu pada pencatatan Kementerian Dalam Negeri.

Memang ada kebijakan dari Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mengelompokan WNI yang lupa tanggal dan bulan lahir mereka ke 3 titik waktu itu.

Aturan ini wajar dan bahkan telah dikuatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

"Itukan sebenarnya dari 2014 sudah pernah ramai itu. Kenapa masih di munculkan lagi, padahal itu sudah menjadi pengetahuan bersama sudah dijelaskan oleh Kemendagri," ujar Pramono.

Pramono meminta elite partai politik untuk ikut bertanggung jawab menciptakan suasana pemilu yang jujur dan bersih dengan menyebarkan informasi yang benar.

Kedudukan sebagai elite politik, kata dia, harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk menyebarkan informasi yang benar.

Sehingga tidak terjadi disinformasi di kalangan 'akar rumput'.

"Untuk memperlihatkan kenegarawanan mereka, jangan malah ikut-ikutan memperkeruh suasana dengan menyebarkan informasi yang tidak benar," tandasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menurut KPU, Ada Narasi yang Dibangun Seolah Pihaknya Curang"

Penulis : Fitria Chusna Farisa

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas