Bamsoet: Penetapan Hari Tenun Nasioal Dipersembahkan Presiden untuk Bangsa Indonesia
Penetapan tersebut akan menjadi tonggak baru bagi bangsa Indonesia dalam menjaga, merawat dan melestarikan kekayaan tekstil
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNEWS.COM,JAKARTA-Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendukung penuh usulan Komunitas Tekstil Tradisional Indonesia (KTTI) untuk menetapkan tanggal 7 September sebagai Hari Tenun Nasional.
Penetapan tersebut akan menjadi tonggak baru bagi bangsa Indonesia dalam menjaga, merawat dan melestarikan kekayaan tekstil tradisional khas Indonesia.
"Penetapan Hari Tenun Nasional akan menjadi intangible heritage (warisan tak benda) yang dipersembahkan Presiden Joko Widodo kepada bangsa Indonesia, melengkapi warisan fisik berupa pembangunan infrastruktur. Karena itu, usulan baik dari KTTI harus disambut positif," ujarnya.
"Mudah-mudahan sebelum akhir Maret 2019, Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Keppres penetapan Hari Tenun Nasional," lanjut Bamsoet saat menerima pengurus KTTI, di Ruang Kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Dalam pertemuan tersebut, Dewan Pembina KTTI, Musdalifah, dan Dewan Pakar KTTI, Anna Mariana, menjelaskan kerajinan tenun sudah lama tumbuh di nusantara. Bahkan diperkirakan sudah ada jauh sebelum zaman Sriwijaya di abad ke-7.
Dari berbagai penelusuran yang dilakukan KTTI, tercatat dr. Sutomo, tokoh pergerakan nasional pendiri Budi Utomo, pada tanggal 7 September 1926 mendirikan Sekolah Tenun. Peristiwa tersebut menjadi salah satu landasan diusulkannya tanggal 7 September sebagai Hari Tenun Nasional.
TTI juga melaporkan bahwa mereka sudah melakukan pertemuan dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (Kemenko PMK), Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkum HAM), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), maupun Sekretariat Negara (Sekneg).
Pembahasan tentang Hari Tenun Nasional sudah hampir final, tinggal menunggu persetujuan dan tanda tangan Presiden Joko Widodo.
Bamsoet menambahkan menerangkan, tidak banyak orang yang tahu bahwa tekstil tradisional khas nusantara bukan hanya batik. Bahkan, tak jarang banyak yang salah paham menyamakan batik dengan tenun.
"Setelah ada Hari Batik Nasional, maka pemerintah juga perlu menetapkan Hari Tenun Nasional. Ini sekaligus menjadi sarana edukasi kepada masyarakat bahwa antara batik dan tenun merupakan dua hal yang berbeda," kata dia.
"Namun keduanya menunjukan bahwa bangsa Indonesia punya banyak kain tradisional yang menjadi kekayaan nasional sekaligus kebanggaan nasional," terang Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini yakin, usai Hari Tenun Nasional ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo, masyarakat akan langsung dilanda 'demam tenun'.
Baca: Gandeng Samuel Wattimena Pemerkan Busana Muslim Kontemporer Berbahan Tenun
KTTI harus mempersiapkan 12 juta home industry binaannya agar bisa memenuhi tingginya permintaan tenun dari masyarakat.
"Sekaligus ini menjadi tantangan bagi KTTI dan pengrajin tenun lainnya dalam mengelola pasar tenun tanah air. Selama ini terkesan penggunaan tenun hanya berada di kalangan elitis, stigma ini harus dirubah. Permintaan dan penawaran harus disesuaikan agar berbagai kalangan masyarakat bisa menikmati tenun," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini berharap agar pengakuan terhadap tenun tidak hanya berhenti pada deklarasi Hari Tenun Nasional saja.
Baca: BAZNAS Kembangkan Industri Batik dan Tenun untuk Serap Tenaga Kerja
Sebagaimana batik, tenun juga bisa mendapat pengakuan dunia. Caranya dengan segera mendaftarkan tenun ke United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya umat manusia.
"Dari 34 provinsi di Indonesia, masing-masing punya corak dan keragaman yang membedakan tenun salah satu provinsi dengan provinsi lainnya," katanya.
"Bahkan di setiap daerah dalam satu provinsi, juga punya ciri khas masing-masing. Ini menunjukan betapa kebudayaan tenun bangsa Indonesia tiada batasnya. Sehingga, layak mendapat pengakuan dunia," Bamsoet menambahkan.