Dirut KS Belum Temukan Catatan soal Proyek Pengadaan Barang dan Jasayang Diindikasi Ada Suap
proyek yang disangkakan ada dugaan suapnya oleh KPK tersebut belum tercatat di rencana kerja Krakatau Steel tahun 2019.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Silmy Karim mengatakan sudah melalukan pemeriksaan terhadap proyek pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel (Persero) yang diindikasi ada dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan Silmy saat konferensi pers di Kantor Krakatau Steel, Kuningan, Jakarta Selatan pada Minggu (24/3/2019).
"Tadi saya mengecek dengan Direktur Pengembangan Usaha dan Teknologi dan juga General Manager-nya. Ini kan kita baru mendapat dari media. Yang disangkakan project-nya adalah sebesar Rp 24 miliar. Terus kami cari apa yang kria-kira Rp 24 miliar dan yang sehubungan itu tidak ada," kata Silmy.
Ia mengatakan, dari hasil pemeriksaan sekilas, proyek yang disangkakan ada dugaan suapnya oleh KPK tersebut belum tercatat di rencana kerja Krakatau Steel tahun 2019.
"Proyek yang disangkakan itu belum tercatat di dalam rencana kerja PT Krakatau Steel tahun 2019. Kalau kaitannya belum ada, ini baru pemeriksaan sekilas," kata Silmy.
Baca: Dirut Krakatau Steel Akan Pelajari Aturan soal Pendampingan Hukum Bagi Wisnu Kuncoro
Meski begitu, ia bersedia membagikan perkembangan informasi tekait proyek tersebut jika nantinya hal tersebut ditemukan dalam perkembangan.
"Tapi mungkin dalam pengembangan selanjutnya kita akan share jika memang sudah ada komunikasi lebih lanjut berkaitan dengan proyek tersebut," kata Silmy.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro dan pihak swasta Alexander Muskitta sebagai tersangka penerima suap terkait pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel (Persero) tahun 2019 pada Sabtu (24/3/2019).
Selain itu, KPK juga menetapkan dua orang pihak swasta yakni Kenneth Sutardja dan Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro sebagai tersangka yang diduga sebagai pemberi.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menguraikan, pada tahun 2019 Direktorat Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel merencanakan kebutuhan pengadaan alat berat senilai Rp 24 miliar dan Rp 2,4 miliar.
Alexander sebagai pihak swasta kemudian menawarkan projek tersebut kepada beberapa rekanan dan disetujui oleh Wisnu.
Alexander kemudian menyepakati commitment fee dengan rekanan yang disetujui untuk ditunjuk yakni PT GK dan PT GT senilai sepuluh persen dari nilai kontrak.
"AMU (Alexander) diduga bertindak mewakili dan mengatasnamakan WNU (Wisnu). Dia meminta uang sebesar Rp 50 juta kepada KSU (Kenneth) untuk PT GK dan Rp 100 juta kepada KET (Kurniawan) untuk PT GT," jelasnya saat konfrensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (23/3/2019)
Lebih lanjut, Saut menjelaskan pada 20 Maret 2019 Alexander diduga menerima cek Rp 50 juta dari Kurniawan.
Selanjutnya, Alexander diduga juga menerima uang 4 ribu dollar AS dan Rp 45 juta di sebuah kedai kopi di Jakarta dari Kenneth.
Pada 22 Maret 2019, uang sebesar Rp 20 juta diserahkan kepada Alexander kepada Wisnu di kedai kopi daerah Bintaro, Tangerang Selatan.
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap mereka, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel (Persero) tahun 2019.
Dalam perkara tersebut, Wisnu dan Alexander disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Kurniawan dan Kenneth sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.