Dana Serangan Fajar Rp 8 M Disita KPK dari Kantor Anggota DPR: Ada 400 Ribu Amplop di Lemari Besi
Uang tersebut sudah dibagi dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu dalam 400 ribu amplop putih dan dikemas di 82 kardus besar dan dua plastik kontaine
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah mengamankan uang sejumlah Rp 8 miliar dari Anggota DPR Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso yang diperuntukkan sebaggai dana 'Serangan Fajar'.
Uang tersebut sudah dibagi dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu dalam 400 ribu amplop putih dan dikemas di 82 kardus besar dan dua plastik kontainer.
Uang tersebut, akan dibagikan kepada para pemilih di daerah pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi Kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Jepara guna memilih dirinya yang juga maju kembali dalam Pileg 2019.
"Satu pemilih nanti, akan dikasih Rp 20 ribu per kepala, yang punya posisi dikasih Rp 50 ribu sebelum nyoblos," jelas sumber internal Tribun di KPK, Jakarta, Kamis (28/3)
Saat ditemukan, amplop-amplop tersebut tersusun rapi di lemari besi besar yang berada di Kantor kawasan Pejaten, Jakarta Selatan. Pada saat menjelang hari tenang, amplop tersebut baru akan dikirim ke daerah pemilihan tempat Bowo bertarung.
Baca: Hubungannya dengan Gisel Jadi Perbincangan, Wijin Disebut Denny Darko Sembunyikan Sesuatu
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menjelaskan amplop-amplop tersebut diperuntukkan bagi 400 ribu orang calon pemilihnya.
Meski, dalam hitungan suara, hanya perlu 120 ribu suara untuk mendapatkan satu kursi dari Dapil Jateng II. "Kan belum tentu kalau satu orang ini saya kasih, terus dia pilih saya.
Basaria menjelaskan 400 ribu amplop tersebut untuk kepentingan pribadi dan tidak terkait dengan tim pemenangan pasangan calon tertentu.
"Kami memastikan tidak ada hubungannya dengan tim pemenangan pasangan calon tertentu. Ini murni untuk kepentingan pribadinya," tegas dia.
Santer beredar kabar di KPK, bahwa amplop-amplop tersebut sudah terdapat cap satu jempol di bagian depan. Dalam kabar yang beredar, cap satu jempol tersebut berwarna hijau di ujung jarinya.
Baca: Luna Maya Diminta Tata Janeta Nyanyikan Lagu Sang Penggoda, Raffi Ahmad: Jangan Nangis
Namun, hal itu langsung dibantah oleh Basaria. Tegas dia, pada saat penghitungan uang, tidak ditemukan cap jempol yang dimaksud. "Tidak ada itu. Tim kami sudah membuka dan disaksikan oleh pemegang kuasa dana. Tidak ditemukan ada cap itu," jelasnya.
Jurnalis yang hadir dalam konfrensi pers itu, meminta kepada KPK untuk membuka amplop dari salah satu kardus untuk memastikan kabar tersebut.
Namun, Basaria yang duduk bersama Juru Bicara KPK, Febri Diansyah sempat berbincang sekitar 30 detik dan menjelaskan bahwa apa yang sudah dijadikan sebagai contoh bukti, merupakan amplop yang sama dengan di dalam kardus.
Belum sampai di situ, untuk membuka amplop lainnya, diperlukan pemegang kuasa uang dan penyidik serta penulisan Berita Acara. "Tanpa mengurangi keterbukaan informasi publik, amplop yang tadi sudah menjadi contoh bukti, itu kami ambil dari amplop di dalam kardus," jelas Febri Diansyah.
Dana tersebut didapatkan oleh Bowo dari hasil kesepakatan dari PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD2 per metrik ton.
Diduga Bowo telah menerima enam kali hadiah atau suap dari PT Humpuss. Penyerahan uang disinyalir dilakukan di rumah sakit, hotel, dan kantor PT Humpuss sejumlah Rp221 juta dan USD 85.130.
Basaria menengarai bahwa uang tersebut tidak hanya didapatkan oleh Bowo dari PT Humpuss, tetapi juga dari perusahaan lain.
Oleh karena itu, dalam pengembangan nantinya bisa saja terjerat perusahaan lainnya. "Kami menduga memang tidak hanya satu perusahaan saja. Tapi, masih kami dalami penerimaan dari mana saja," jelas dia.
KPK menetapkan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso sebagai tersangka dalam dugaan suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Kader Partai Golkar itu ditetapkan tersangka bersama dua orang lainnya, Asty Winasti selaku Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan Indung dari pihak swasta.
"IND (Indung) diduga merupakan orangnya BSP (Bowo Sidik Pangarso) yang menerima uang dari AWI (Asty Winati) senilai Rp89,4 juta di kantor PT HTK yang disimpan dalam amplop coklat," tersng Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Komisi antirasuah menduga transaksi uang itu bukan yang pertama. KPK akhirnya melakukan penggeledahan di sebuah lokasi di Jakarta. "Akhirnya KPK mengamankan uang senilai Rp8 miliar dalam banyak kardus," kata Basaria.
Bowo dan Indung disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Asty dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.(amryono prakoso/tribunnews)