Belajar dari Kasus Slamet, Sahat Ajak Masyarakat Jaga Kebhinekaan
Kebijakan itu bertentangan dengan komitmen kebangsaan yang termaktub di dalam Pancasila, UUD 1945, dan Sumpah Pemuda.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penolakan terhadap Slamet Jumiarto, 42, di Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Bantul, Jogjakarta disayangkan banyak pihak.
Latar perbedaan agama yang menjadi dalih penolakan aparatur desa setempat, tak dibenarkan.
Beruntung kasus ini cepat mereda setelah aturan kontroversial itu dicabut.
Aktivis Lintas Agama yang juga eks Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Sahat Martin Philip Sinuarat mengatakan, menyayangkan adanya peraturan yang diskriminatif dan tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan itu bertentangan dengan komitmen kebangsaan yang termaktub di dalam Pancasila, UUD 1945, dan Sumpah Pemuda.
“Kemerdekaan bangsa dan Tanah Air Indonesia adalah buah dari pengorbanan para pejuang Indonesia yang berbeda latar belakang suku dan agama. Maka seharusnya setiap warga negara bebas dan berhak untuk tinggal dimana saja tanpa mempersoalkan perbedaan tadi,” ujar Sahat melalui keterangan tertulisnya, Jumat (5/4/2019).
Baca: Sosialisasikan Pentingnya Pemilu 2019, Kemendagri Gelar Forum Dialog Pelestarian Bhinneka Tunggal
Sahat heran lantaran penolakan terhadap pendatang di Dukuh Karet, Bantul, DIY ini bukan dilakukan oleh warga, melainkan oleh birokrasi di tingkatan dusun.
“Adalah kondisi yang berbahaya ketika birokrasi yang seharusnya menjalankan peraturan dan kebijakan berdasarkan UUD 1945, justru malahan ikut menyebarkan virus intoleransi,” tegas pendiri Rumah Milenial tersebut.
Dalam kesempatan itu, Sahat mengapresiasi tindakan pemerintah kabupaten dan provinsi yang dengan cepat merespon persoalan ini.
Pemerintah pusat dan daerah, maupun anggota legislatif ke depannya harus mengawasi dan mengevaluasi peraturan daerah dan peraturan lainnya hingga tingkat kelurahan dan dusun.
“Ini agar tidak bertentangan dengan konstitusi kita yang menjamin kebebasan memeluk agama bagi setiap warga negara. Pembinaan ideologi Pancasila harus dilakukan secara sistematis kepada aparat pemerintah mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah,” ungkap pria yang mencalonkan sebagai Anggota DPD RI itu.
Sahat mengajak masyarakat di daerah-daerah lainnya untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi dengan kejadian ini.
“Kita yakin dan optimis, mayoritas masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi falsafah hidup Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Namun pendidikan Pancasila dan dialog antar umat beragama sejak usia dini harus dilakukan agar virus-virus intoleransi dapat kita obati bersama,” pungkasnya.