KPK Bakal Telusuri 'Nyanyian' Bowo Sidik Soal Nusron Wahid, Menteri, dan Direktur BUMN
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, setiap tersangka punya kebebasan untuk bicara. Namun satu keterangan saja tidak cukup
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menelusuri soal 'nyanyian' tersangka kasus suap Bowo Sidik Pangarso (BSP). Pasalnya, Bowo menyebut banyak nama dalam kasus yang tengah menjeratnya.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, setiap tersangka punya kebebasan untuk bicara. Namun satu keterangan saja tidak cukup, diperlukan bukti dan keterangan yang bersumber dari saksi atau tersangka lainnya.
"Karena penting sekali bagi KPK tidak tergantung pada satu keterangan saksi atau tersangka dan yang kedua harus melihat kesesuaian dengan bukti-bukti yang lain," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/2019).
"Tapi kami akan telusuri lebih lanjut informasi-informasi yang relevan terkait dengan sumber dana dari sekitar Rp 8 miliar tersebut dan juga proses penukarannya. Dan juga kasus-kasus yang diduga penerimaan suap dan gratifikasi oleh BSP," sambungnya.
Baca: Prediksi Manchester United Vs Barcelona - Skuat Solskjaer Diremehkan Bisa Juara Liga Champions
Kata Febri, KPK akan mengklarifikasi pihak yang sudah disebut Bowo. Akan tetapi metode pengklarifikasian belum bisa disampaikan.
"Klarifikasi pasti dilakukan tapi terhadap siapa dan bagaimana metodenya tentu belum bisa disampaikan saat ini. Nanti penyidik kita membutuhkan keterangan dari pihak-pihak tertentu, siapapun orangnya ya sepanjang relevan dan terkait tentu akan kami panggil," ucapnya.
Untuk diketahui, Bowo Sidik telah menyebut sejumlah nama yang diduga ada keterlibatan dalam perkara yang tengah menjeratnya. Nama-nama itu seperti politikus Golkar Nusron Wahid, seorang Menteri, dan Direktur BUMN.
Kuasa hukum Bowo, Saut Edward Rajagukguk mengungkapkan, Nusron memerintah kliennya untuk menyiapkan amplop serangan fajar guna kepentingan Pemilu 2019.
"Amplop mau dibagi ke Jawa Tengah atas perintah pimpinan dia, Pak Nusron Wahid. Pimpinan di pemenangan pemilu. Bappilu (Badan Pemenangan Pemilu) Jateng-Kalimantan. Ini langsung disampaikan Bowo ke penyidik," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (9/4).
Sekadar informasi, Bowo dan Nusron berada dalam satu wadah partai politik yang sama, yaitu Golkar. Selain di satu parpol, Bowo dan Nusron juga maju sebagai anggota calon legislatif (caleg) DPR di daerah pemilihan (dapil) yang sama, yakni Jawa Tengah II.
"Ya karena dia (Bowo) diperintah ya dia bilang diperintah (oleh Nusron). (Tujuannya) supaya banyak yang memilih mereka berdua. Karena di dapil yang sama," ungkap Saut.
"Bahkan katanya 600 ribu yang menyiapkan Nurwo (Nusron Wahid). Pak wahid 600 ribu amplop, Pak Bowo 400 ribu amplop," imbuhnya.
Kemudian untuk penyebutan Menteri dan Direktur BUMN, kata Saut, adalah soal sumber uang serangan fajar tersebut.
Dia mengungkapkan sumber uang milik Bowo dengan sumber uang Nusron Wahid untuk amplop serangan fajar di Dapil Jawa Tengah II berbeda.
Saut menyebut bahwa sumber uang kliennya untuk 400 ribu amplop serangan fajar adalah dari salah seorang menteri di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Hanya saja, dia tidak menyebut secara pasti nama menteri yang dimaksud.
"Sumber uang yang memenuhi Rp 8 miliar yang ada di amplop tersebut sudah dari salah satu menteri yang sekarang lagi menteri di kabinet ini. Ada menteri, ada Direktur BUMN," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (10/4).
Sebelumnya, KPK menyebut bahwa 400 ribu amplop yang menjadi barang bukti dalam kasus suap yang menjerat Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso diisi dalam waktu satu bulan. Setidaknya ada Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu dalam 400 ribu amplop tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.