Petisi WNI di Australia dan Peluang Pemilu Susulan
Pramono mengatakan, masih terbuka peluang untuk melakukan Pemilu Susulan. Namun, pemilu hanya dapat diperuntukkan kepada mereka yang ...
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua negara yakni, Malaysia dan Australia dikabarkan ricuh dalam melakukan pemungutan suara di TPS pada Minggu (14/4).
Informasi yang didapatkan oleh Tribun, banyak Warga Negara Indonesia yang tidak dapat melakukan pemungutan suara di TPS yang sudah ditentukan. Beberapa alasannya, TPS sudah ditutup dan atau ada kesalahan komunikasi kepada pemilih dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
Hal itu diamini juga oleh Komisioner KPU, Pramono Ubaid yang mengatakan, ada komunikasi yang kurang antara PPLN dengan pemilik tempat yang sudah disewa.
Baca: 4 Perbedaan Umrah Jokowi dan Sandiaga Uno di Tanah Suci, Sama-sama Dilakukan pada Hari Tenang
"Ya ada juga yang kurang komunikasi. Kalau masih banyak pemilihnya yang sudah terdaftar, habiskan dulu saja sesuai dengan surat suara yang tersedia. Jadi, tidak harus pukul 18.00 waktu setempat. Ini kan bisa komunikasi juga dengan pemilik tempat," jelas dia.
Baca: Perludem Nilai Penyelenggara Pemilu Gagap Hadapi Permasalahan Pencoblosan di Luar Negeri
Bukan hanya itu, dia juga mengatakan antusiasme WNI di sejumlah wilayah telat mendaftarkan diri dan melaporkan ke PPLN setempat.
Hal itu berdasar pada banyaknya pemilih dalam kategori Daftar Pemilih Khusus (DPK), pemilih yang hanya perlu membawa KTP elektronik dan Paspor saat pendaftaran.
Mereka yang baru mendaftarkan diri di hari pemungutan, menurutnya, mahasiswa yang baru masuk semester awal Januari sehingga dirinya tidak terdaftar. Selain itu, warga yang sebelumnya enggan memilih dan mendaftarkan diri, di hari pemungutan, justru mereka datang.
"Warga yang membludak ini kebanyakan DPK. Memang antusiasmenya belakangan. Jadi, tidak terdaftar di DPT maupun DPTb luar negeri," ungkap dia.
Pramono mengatakan, masih terbuka peluang untuk melakukan Pemilu Susulan. Namun, pemilu hanya dapat diperuntukkan kepada mereka yang sudah mendapatkan nomor antrean, tetapi tidak bisa mencoblos.
WNI yang sudah mendapatkan nomor urut, tidak serta merta juga dapat memilih. Alasannya, tidak ada penambahan surat suara yang akan dikirim. "Sesuai dengan sisa surat suara. Kalau masih ada, ya bisa. Kalau sudah habis, dapat nomor antrean tetap tidak bisa mencoblos," kata dia.
Pemilu susulan, dalam aturan juga harus disertakan dengan Rekomendasi Panwaslu setempat. "Susulan bisa. Kalau pemilihan suara ulang (PSU) berarti semuanya dari nol lagi. Kalau susulan tidak perlu. Hanya yang belum mencoblos saja," terangnya.
Di Australia, Sebuah petisi muncul di laman change.org, agar pemilihan umum 2019 di Sydney, Australia diulang, sebagai buntut dugaan dihalang-halanginya warga negara Indonesia dalam menggunakan hak pilihnya.
Dalam petisi berjudul "Pemilu Ulang Pilpres di Sydney Australia" itu disampaikan sebagai berikut :
"Komunitas masyarat Indonesia di Sydney Australia menginginkan Pemilu Pilpres ulang. Di karenakan pada pemilu 13 April 2019 yg digelar di Sydney ratusan warga Indonesia yg mempunyai hak pilih TIDAK diijinkan melakukan haknya padahal sudah ada antrian panjang di depan TPS Townhall dari siang.
Proses yg panjang dan ketidakmampuan PPLN Sydney sebagai penyelenggara menyebabkan antrian tidak bisa berakhir sampai jam 6 sore waktu setempat. Sehingga ratusan orang yg sudah mengantri sekitar 2 jam tidak dapat melakukan hak dan kewajibannya untuk memilih karena PPLN dengan sengaja menutup TPS tepat jam 6 sore tanpa menghiraukan ratusan pemilih yg mengantri di luar.
Untuk itulah komunitas masyarakat Indonesia menuntut pemilu ulang 2019 di Sydney Australia. Besar harapan kami KPU, Bawaslu dan Presiden Joko Widodo bisa mendengar, menyelidiki dan menyetujui tuntutan kami. Sekian dan Terimakasih," tulis petisi yang telah ditandatangani 28.439 pada Senin (15/4)
Petisi yang dimuat akun The Rock tersebut ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, KPU, serta Bawaslu. Petisi ditulis pada Minggu 13 April 2019, kemarin.
Sementara itu, Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) Sydney dalam keterangannya, mengatakan, pemungutan suara di wilayah kerja PPLN Sydney yang meliputi New South Wales, Queenland, South Australia, berjalan lancar.
Pemungutan suara tersebar di 22 TPSLN (Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri) dengan rincian sebagai berikut: 4 TPSLN berlokasi di KJRI Sydney, 5 TPSLN berlokasi di Sydney Town Hall, 3 TPSLN berlokasi di Marrickville Community Centre, 3 TPSLN berlokasi di Yagoona Community, 3 TPSLN berlokasi di Good Luck Plaza, 2 TPSLN berlokasi di Sherwood State School-Brisbane dan 2 TPSLN di Adelaide State Library.
Tidak sedikit pemilih yang datang adalah pemilih yang tidak terdaftar atau tidak tahu bahwa yang bersangkutan masuk dalam kriteria DPKLN (Daftar Pemilih Khusus Luar Negeri), yang mana DPKLN baru diperbolehkan mencoblos pada satu jam terakhir atau jam 17.00 sampai 18.00.
Pemilih DPKLN adalah pemilih yang belum terdaftar sebagai DPT dan baru mendaftar setelah tanggal penetapan DPTLN (12 Desember 2018). Setidaknya, untuk PPLN Sydney jumlah DPTLN adalah 25.381 pemilih.
Jangan Terulang di Indonesia
Sejumlah tokoh Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf mendatangi Kantor KPU pada Senin (15/4) sore. Empat petinggi TKN meminta kepada KPU agar kejadian yang berada di luar negeri, tidak terulang di dalam negeri. Langkah antisipatif dari KPU sangat diperlukan.
"Kami tidak ingin ada masalah yang sama di dalam negeri tanggal 17 April ini. Kami masih percaya kepada KPU memiliki langkah strategis untuk mengatasi hal ini," tegas Wakil Ketua TKN, Johnny Plate.
Dari informasi yang dia terima, ada banyak masalah yang terjadi pada pemilihan luar negeri, namun, pihaknya akan menunggu hasil investigasi dari penyelenggara pemilu. Kebijakan dan putusan yang akan disampaikan, akan dihormati. "Kami akan menghormati putusan dari hasil investigasi KPU dan Bawaslu," tukasnya.
Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan meminta seluruh perwakilan pemerintah di Indonesia memenuhi hak konstitusi warga negaranya yang berada di luar negeri.
"BPN akan evaluasi kinerja perwakilan RI di luar negeri. Jika tidak lampu lindungi Hak Konstitusional WNI pada Pemilu 2019 apalagi jika didapatkan Bukti Kecurangan pada Pentelengaraan Pemilu 2019," ujar Ferry Mursyidan Baldan dalam keterangan tertulisnya.
Ia menjelaskan, saat ini masih terdapat hak konntitusi WNI yang diabaikan oleh perwakilan pemerintah di luar negeri. "Ini jelas dapat mencoreng wajah Indonesia di luar negeri. Seharusnya Pemerintah bertindak tegas terhadap hal itu, dengan memanggil pulang Dubes atau Kepala Perwakilan RI di Negara tersebut," tegasnya.
Pada kesempatan itu, Ferry juga kembali menegaskan, jika tindakan yang terjadi berlangsung masif dan sistemik, dan tidak juga ada langkah dari Pemerintah dalam hal ini Kemenlu, maka BPN mendorong seluruh WNI yang tidak mendapatkan hak konstitusinya membuat petisi.
"Maka BPN mendorong supaya WNI yang kehilangan hak konstitusionalnya tersebut untuk membuat petisi kepada Pemerintah negara setempat untuk mengambil tindakan persona non grata terhadap Kepala perwakilan RI di Negara tersebut," pungkas mantan menteri kabinet kerja tersebut.(tribunnews/amryono prakoso)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.