Cermati Tantangan Riel Pasca Pemilu
GENERASI milenial Indonesia dituntut untuk mampu beradaptasi dengan arus perubahan, karena roda perubahan zaman akan terus berputar dengan cepat.
Editor: Content Writer
GENERASI milenial Indonesia dituntut untuk mampu beradaptasi dengan arus perubahan, karena roda perubahan zaman akan terus berputar dengan cepat.
Maka, generasi milenial harus mau keluar dari perangkap rivalitas ‘Cebong versus Kampret’, dan segera ikut mengambil bagian dalam program pengembangan mutu sumber daya manusia (SDM) yang sedang dikelola negara.
Rivalitas ‘Cebong versus Kampret’ yang memuncak pada periode perhitungan suara hasil pemilihan umum (Pemilu) 2019, cepat atau lambat, memang harus diakhiri.
Bagaimana pun, seluruh elemen bangsa pada akhirnya harus kembali mencermati dan menyiasati tantangan riel yang selalu berubah. Kesinambungan pembangunan nasional harus tetap terjaga.
Dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global harus diantisipasi. Memerangi peredaran narkoba tak boleh terhenti. Pastikan ruang publik kondusif, mengingat siswa-siswi sedang bersiap mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) 2 yang dijadualkan pada 17-21 Juni 2019, serta Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) yang akan berlangsung hingga pekan pertama Mei 2019.
Pasca pemungutan suara Pemilu 2019, sejumlah tokoh mengekspresikan keprihatinan pada rivalitas ‘Cebong versus Kampret’ itu. Muncul keinginan atau inisiatif mendamaikan, dengan mendorong ‘Cebong dan Kampret’ rekonsiliasi.
Walaupun tidak mudah, keinginan itu harus diapresiasi dan didukung. Tidak mudah karena rivalitas itu dibangun dari keengganan menerima perbedaan yang kemudian mengakumulasi emosi bersama. Itulah akar persoalan yang benihnya mulai berkembang sejak 2017 di Jakarta.
Selain itu, gampang-gampang sulit untuk mengidentifikasi siapa saja pelakon dalam rivalitas itu. Tetapi boleh diasumsikan bahwa mayoritas adalah generasi milenial, karena mereka mengekspresikan rasa dan emosi melalui media sosial.
Sisi positifnya adalah baik Cebong maupun Kampret peduli pada politik dan negaranya. Sisi negatifnya pada aspek etika berekspresi atau menyuarakan pendapat.
Namun, bisa dipastikan bahwa perjalanan waktu akan mereduksi persoalan ini. Kalau rivalitas ‘Cebong versus Kampret’ berpijak pada sikap dan pilihan politik, orientasi para pelakon rivalitas itu akan bergeser jika kepada mereka ditunjukan gambaran tentang tantangan masa kini dan masa depan. Pergeseran orientasi itu dalam jangka dekat mestinya lebih mudah, karena Pemilu sudah selesai.
Salah satu bentuk upaya mereduksi persoalan itu adalah membangun kesadaran dan pemahaman bersama tentang tantangan generasi milenial, baik tantangan terkini maupun tantangan di masa depan.
Setelah menyadari dan memahami tantangan itu, generasi milenial harus diberi pemahaman tentang program apa saja yang dirancang negara untuk menyiapkan sekaligus menjadikan mereka generasi yang kompeten menghadapi tantangan itu.
Setelah memahami program yang dirancang negara, generasi milenial didorong untuk bersinergi dengan institusi negara terkait, khususnya dalam program pengembangan mutu SDM.
Jadi, kalau sebelumnya ‘Cebong’ dan ‘Kampret’ berorientasi pada isu seputar Pemilu, harus segera digeser dan dikembangkan isu atau program baru yang tak kalah menariknya untuk disimak generasi milenial.
Isu atau program yang disosialisasikan secara sistematis itu hendaknya berkait langsung dengan kepentingan mereka. Utamanya tentang urgensi generasi milenial beradaptasi dengan perubahan sekaligus tantangan riel yang sedang mereka hadapi.