Hendardi: Pemilu Berjalan Baik tapi Belum Sempurna
Mulai dari beban kerja penyelenggara, korban jiwa, dan hilangnya fokus pemilih dalam memilih caleg-caleg berkualitas karena konsentrasi pemilih terpus
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilu 2019 telah digelar. Pesta demokrasi lima tahunan itu menghasilkan banyak catatan.
Mulai dari beban kerja penyelenggara, korban jiwa, dan hilangnya fokus pemilih dalam memilih caleg-caleg berkualitas karena konsentrasi pemilih terpusat pada Pilpres.
Meski begitu, Ketua SETARA Institute Hendardi menilai, secara umum Pilpres berjalan dengan baik sesuai dengan hukum Pemilu yang telah didesain oleh para penyelenggaran negara.
Berikut lima catatan Hendardi terkait penyelenggaraan Pemilu 2019 yang diterima redaksi Tribunnews.com.
Baca: Setya Novanto Terlihat di Restoran Padang RSPAD, Apa Penjelasan KPK?
Baca: Polisi Akan Panggil Paksa Mantan Sekjen dan Bendahara PP Pemuda Muhammadiyah
Baca: Dapat Jatah Libur 10 Hari, Kok Penduduk Jepang Justru Bingung dan Tak Bahagia?
Pemilu Berjalan Baik, Tapi Belum Sempurna
1. Pemilu 2019 adalah Pemilu serentak pertama yang diadakan di Indonesia, setelah sebelumnya terjadi pemisahan antara Pilpres dan Pemilu legislatif. Di luar alasan konstitusionalitas keserentakan, secara teknis Pemilu serentak telah memberikan pembelajaran berharga bagi perbaikan di masa yang akan datang. Dari soal beban kerja penyelenggara, korban jiwa dan hilangnya fokus pemilih untuk memilih caleg-caleg berkualitas, karena konsentrasi pemilih terpusat pada Pilpres.
2. Secara umum Pilpres berjalan dengan baik sesuai dengan hukum Pemilu yang telah didesain oleh para penyelenggaran negara. Ketidakpuasan dan tuduhan kecurangan dari beberapa pihak sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme demokratik yang tersedia, baik sepanjang proses penghitungan suara dari tingkat kecamatan, KPUD dan KPU hingga ke Mahkamah Konstitusi. Bawaslu juga bisa menjadi saluran penyelesaian atas sengketa yang terjadi.
3. Harus diakui, terdapat beberapa persoalan dalam Pilpres tetapi bersifat partikular dan kasuistik, sehingga tidak bisa dijadikan alasan mendelegitimasi kinerja para penyelenggara. Sebagian besar komplain atas Pilpres dan peristiwa yang dilaporkan telah direspons oleh KPU dan Bawaslu. Generalisasi kasus-kasus tertentu untuk menolak hasil Pemilu jelas merupakan kekeliruan dalam menilai Pemilu dan membahayakan proses demokrasi Indonesia.
4. Kampanye penolakan atas hasil Piplres yang dilakukan oleh beberapa pihak adalah ekspresi kritis yang berlebihan, karena seluruh saluran penyelesaian demokratik telah tersedia. Patut diingat tidak ada instrumen hukum, konstitusi dan kelembagaan apapun yang bisa membatalkan penyelenggaraan Pemilu, kecuali mempersengketakan hasil Pemilu melalui Mahkamah Konstitusi.
5. Berbagai praktik dan kasus yang tidak sejalan dengan prinsip Pemilu berintegritas, hendaknya didokumentasikan, dikaji dan didiskusikan guna perbaikan hukum Pemilu. Termasuk desain Pemilu legislatif yang terpisah dari Pilpres, sistem penghitungan Pemilu legislatif yang meminimalisir kecurangan antar caleg, baik dalam satu partai maupun antarpartai, dan gagasan e-counting dan e-voting yang hemat biaya.[]
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.