Anak Setya Novanto Bungkam Usai Diperiksa KPK
Pria klimis itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak mantan ketua DPR Setya Novanto, Rheza Herwindo memilih bungkam seusai menjalani pemeriksaan di kantor KPK.
Pria klimis itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Rheza diperiksa sekira 3 jam di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2019).
Setelah menjalani pemeriksaan ia hanya membawa kotak nasi padang dan berjalan menghindari kejaran wartawan.
Rheza selaku Komisaris PT Skydweller Indonesia Mandiri pada 28 Agustus 2018 lalu juga pernah diperiksa dalam kasus yang sama untuk tersangka berbeda yaitu untuk Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam persidangan untuk tersangka Johannes Kotjo terungkap bahwa ayah Rheza, Setya Novanto pernah meminta proyek PLN di wilayah Jawa 3, namun hal itu tidak dipenuhi oleh Dirut PLN Sofyan Basir.
Selain Rheza, CEO Blackgold Natural Resources Rickard Philip Cecil juga sudah menyelesaikan pemeriksaan di KPK.
"'Very quick' (sangat cepat)," kata Rickard singkat seusai diperiksa.
Baca: Diperiksa 5 Jam, Dirut Pertamina Nicke Widyawati Irit Bicara
Tersangka dalam perkara ini adalah Sofyan Basir. Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai USD 900 juta atau setara Rp 12,8 triliun.
Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek 'Independent Power Producer' (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 PT PLN.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar 'Power Purchase Agreement' (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan.
Terkait perkara ini, sudah ada 3 orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar dan SGD 40 ribu.
Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih sejumlah Rp 5 miliar.