Parpol Diminta Prioritaskan Kaderisasi Kaum Perempuan
“Kesadaran ini masih dominan, tidak hanya dunia politik tapi juga masyarakat umumnya dominasi patriarki itu masih kental,” tandasnya.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Gerindra, Novita Dewi mengatakan partai politik harus mengedepankan kaderisasi terhadap kaum perempuan. Sebab, banyak calon anggota legislatif keterwakilan perempuan yang tidak terpilih pada pemilu 2019.
“Penting sekali kaderisasi perempuan yang dilakukan oleh partai politik, sehingga perempuan dapat mengejar ketertinggalannya dengan laki-laki,” kata Novita di Jakarta, Rabu (8/5/2019).
Ia melihat banyak calon anggota legislatif perwakilan perempuan yang tidak terpilih, baik DPR RI maupun DPRD karena beberapa hal yang menjadi penyebab. Namun, paling mendasar adalah sistem sosial yang berlaku di masyarakat yang masih bias gender.
“Maksudnya perempuan masih diposisikan lebih rendah dibanding laki-laki. Misalnya saja di sebuah keluarga, perempuan dianggap yang paling bertanggungjawab mengurus rumah tangga. Jika ia ingin berkarya di domain publik, maka pekerjaan yang dilakukan menjadi ganda yakni mengurus rumah tangga dan berkarya di luar rumah,” ujarnya.
Baca: Pertama Kali Kaisar Baru Jepang Naruhito Bekerja dan Menerakan Cap Resminya
Baca: Kabar Liga 1 2019 - Madura United Gelar Laga Amal Lawan Tim Liga 2, Persewar Akhir Pekan Ini
Selain itu, Novita mengatakan tentu saja anggapan bahwa perempuan memiliki kapasitas yang lebih rendah dibanding laki-laki. Menurut dia, stigma ini seringkali mendiskriminasikan perempuan dalam dunia politik. Nah, perempuan yang terjun dalam politik harus memiliki usaha yang lebih keras.
“Di sisi lain, bantuan partai kepada kalangan perempuan juga tidak banyak. Bidang perempuan dalam struktur kepengurusan partai tidak banyak memberi peningkatan kapasitas pendidikan dan lainnya,” jelasnya.
Sementara Peneliti Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen, Lucius Karus mengatakan partai politik harus mencarikan rumusan agar kaum perempuan memiliki perwakilan dalam mengambil kebijakan di parlemen. Sehingga, tidak hanya sebagai formalitas pemenuhan kuota 30 persen.
“Jadi, jawaban untuk perjuangan panjang terkait keterwakilan mereka sebatas formalitas saja, dijawab mekanisme pencalonan dengan mewajibkan partai politik minimal 30 persen pencalonan perempuan,” kata Lucius.
Menurut dia, sekarang yang menjadi persoalan kuota 30 persen itu hanya diatur sampai batas pencalonan saja tapi setelah itu tidak ada jaminan perempuan masih punya wakil yang cukup di parlemen baik DPR maupun DPRD.
“Padahal yang kita butuhkan itu kan perempuan hadir di lembaga parlemen minimal 30 persen, sehingga ada kekuatan untuk memperjuangkan kepentingan perempuan,” ujarnya.
Ia mengatakan kaderisasi partai politik masih cenderung didominasi oleh politisi laki-laki, sistem oligarki partai politik itu memelihara dengan sangat baik dominasi politisi laki-laki atas perempuan. Sehingga, peluang politisi perempuan untuk diusung jadi calon legislatif terpilih sangat kecil.
“Kesadaran ini masih dominan, tidak hanya dunia politik tapi juga masyarakat umumnya dominasi patriarki itu masih kental,” tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.