Sekretaris Pribadi Menpora Pernah Terlihat di Ruang Kerja Sekjen KONI
Dia menjelaskan, ruang kerja Ending berada di kantor KONI lantai 12. Namun, setiba Supriyono di ruangan itu, Ulum keluar dari ruangan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, Miftahul Ulum pernah berada di ruang kerja Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Ending Fuad Hamidy.
Pernyataan itu disampaikan Supriyono, mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu di Program Indonesia Emas, saat menjadi saksi di sidang penerimaan suap oleh Deputi IV Kemenpora bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Mulyana.
"Saya pernah ketemu Ulum dan Pak Ending di kantor KONI. Waktu itu saya lupa momen apa yang jelas saya ke situ lagi ada Pak Ending, Pak Jhonny (Bendahara KONI, Jhonny E Awuy)," ujar Supriyono, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (13/5/2019).
Dia menjelaskan, ruang kerja Ending berada di kantor KONI lantai 12. Namun, setiba Supriyono di ruangan itu, Ulum keluar dari ruangan.
"(Ruangan,-red) Pak Sekjen di lantai 12," ujar Supriyono.
Di kesempatan itu, dia mengaku, merekomendasikan Ending berkomunikasi kepada Ulum untuk membahas pencairan dana hibah Kemenpora untuk KONI.
Pada saat itu, Supriyono mengatakan Ending kerap mencecarnya lantaran dana hibah tak kunjung cair.
Baca: TKN: Pelaku Ancam Penggal Jokowi Harus Ditangkap Untuk Beri Pelajaran dan Efek Jera
"Yang jelas waktu Pak Ending minta tanya ke saya kenapa bantuan tak cair-cair Pri, saya bilang coba bapak minta tolong saja ke Pak Ulum biar langsung ke Pak Menteri siapa tahu nanti langsung diproses Pak Mul (Mulyana,-red)," kata dia.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga, Mulyana menerima suap Rp 400 juta.
Suap tersebut diberikan oleh Sekretaris Jenderal Komite Olagraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy.
Mulyana diduga menerima uang dan barang bersama-sama pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.
Mulyana diduga menerima Rp 100 juta dalam kartu ATM terkait pencairan hibah untuk KONI tersebut. Selain itu, Mulyana diduga menerima mobil Toyota Fortuner, uang Rp 300 juta, dan ponsel Samsung Galaxy Note 9.
JPU pada KPK mengungkapkan pemberian uang, mobil dan ponsel itu diduga agar Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI pada Tahun Anggaran 2018.
Atas perbuatan itu, Mulyana didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.