Ada Opsi E-Voting untuk Pemilu ke Depan, Wapres : Yang Penting Pemilu Sederhana Tidak Rumit
Sejumlah pihak mengusulkan kepada KPU ke depan untuk menyiapakan sistem pemilu berbasis teknologi atau e-voting.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sejumlah pihak mengusulkan kepada KPU ke depan untuk menyiapakan sistem pemilu berbasis teknologi atau e-voting.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan, baik e-voting maupun pemilu manual seperti 2019, ada baiknya memperbaiki sistem pemilu menjadi sederhan dan tidak rumit.
Menurut JK, pemungutan suara melalui e-voting maupun manual memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
"Jadi semua ada kelebihannya, kekurangannya e-voting atau manual. Tapi yang lebih penting sederhanakan dulu sistem pemilunya," tegas JK beberapa waktu lalu, di kantornya Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Baca: Komentar Marc Marquez Jelang MotoGP Prancis 2019 Akhir Pekan Ini
Baca: Prabowo Tolak Penghitungan Suara hingga KPU Tantang BPN Adu Data & Tanggapan TKN
Baca: KAI Pastikan Tidak Ada Kereta Tambahan Lagi Untuk Mudik
Baca: Penampilan Tak Biasa Syahrini Masak untuk Reino Barack Disorot, Lihat Reaksi Reino Coba Makanannya
JK mengatakan, pada pemilu 2019 lalu tak dapat dipungkiri menjadi pemilu paling rumit yang pernah dijalankan Indonesia, di mana dalam satu waktu baik pemilih maupun petugas KPPS sama-sama berkaitan dengan 5 jenis surat suara, Pipres, Pileg (DPR RI, DPR Provinsi, DPR Kota atau Kabupaten, DPD, dan partai politik).
"Maka evaluasinya dua hal tadi. Bahwa jangan disatukan pemilunya. Kemudian jangan lagi terbuka supaya dihitung hanya partainya atau proporsional.
Supaya partai juga memilih orangnya yang baik. Karena banyak isu tentang biaya yang besar," jelas mantan ketum Partai Golkar ini.
Selain itu, ratusan korban gugur dalam pesta demokrasi lima tahunan ini juga kian menambah deretan permasalahan dalam pemilu serentak 2019.
"Jadi yang terberat sebenarnya bukan Pilpresnya. Yang terberat justru legislatif itu. Karena sistemnya terbuka. Jadi 16 partai. Dulu cuma 10 partai pemilu yang lalu. Ini 16.
Jadi bertambah lebih 60 persen. Kemudian calon-calon juga banyak. Karena mereka menghitung partai satu per satu. Hitung calonnya. Pilih calonnya yang mana dicatat. Kemudian tiga kali lipat. Bekerja harus rumit dan tentu di bawah tekanan," ungkap JK.
Opsi terkait e-voting untuk pemilu ke depan, salah satunya datang dari Komisioner KPU Viryan Aziz.
Viryan menyinggung, KPU telah melakukan evaluasi Pemilu 2019, tentang pelaksanaan penghitungan dan rekapitulasi suara ke depan, agar bisa dipertimbangkan hadir e-voting, e-counting, dan e-rekap pemilu.
"Sudah saatnya kita menggunakan, bukan lagi e-rekap untuk ke depan. Paling tidak bukan wacana lagi diterapkan di pemilu depan, tapi ini kan sepenuhnya bergantung pada pembuat UU. Patut dipertimbangan menggunakan sistem e-counting," ujar Viryan.