Batasi Penyebaran Konten Medsos Efektif Cegah Hoaks
langkah tegas pemerintah tersebut sudah tepat karena kebebasan berpendapat dalam hak asasi manusia tidak mutlak.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah pemerintah membatasi penyebaran konten pada media sosial pasca kericuhan pada 22 Mei 2019 sebagai langkah yang tepat, seiring banyaknya informasi hoaks di dunia maya.
Staf pengajar Departemen Filsafat Universitas Indonesia Donny Adian Gahral berpendapat, langkah tegas pemerintah tersebut sudah tepat karena kebebasan berpendapat dalam hak asasi manusia tidak mutlak.
"Kebebasan berpendapat yang menghasut, memecah belah, memanipulasi informasi bisa dibatasi apalagi saat situasi genting dimana keselamatan bangsa dan negara menjadi taruhannya," katanya, Jumat (24/5/2019).
Agar tercipta masyarakat yang sehat dan kritis, Donny mengajak pengguna medsos agar tidak mudah memforward informasi dari sumber yang meragukan.
"Agar tidak termakan dengan propaganda agitasi yang tidak masuk akal," katanya.
Sementara itu, pemerhati komunikasi Fetty Azizah menilai langkah pemerintah mengambil keputusan tegas tersebut layak diapresiasi. Di mana, di negara demokrasi seperti Indonesia tanpa ketertiban hanya akan menghasilkan sikap anarki.
Baca: Ditlantas Ungkap Ada Empat Pos Polisi yang Dirusak Massa
Fetty menegaskan bahwa konten hoax yang tidak berbasis fakta dapat menimbulkan instabilitas negara.
"Marak beredarnya video, foto, dan konten lain di sosmed pada kenyataannya tidak bisa dijamin oleh penyedia platform, seperti instagram, facebook, atau Whatsapp, dan lainnya," kata Fetty.
Fetty mencontohkan di beberapa negara maju seperti Jerman dan Singapura sudah mengatur penggunaan sosmed. Bagi pengguna yang melanggar peraturan akan dikenakan sanksi hukum.
"Negara harus membuat aturan yang membatasi konten sosmed semata-mata untuk menciptakan ketertiban (order) di sosmed. Jadi untuk alasan menjaga ketertiban umum, memang diperlukan pembatasan-pembatasan," ujarnya.
Fetty menegaskan bahwa demokrasi dan kebebasan berpendapat bukan berarti tanpa aturan.
"Demokrasi hanya bisa tegak bila ada rule of law yang menjadi rambu-rambu bagi masyarakat warga," ujarnya.
Merujuk data Kominfo pada Bulan April 2019 ditemukan sebanyak 486 hoax. Dari jumlah itu sebanyak 209 termasuk dalam kategori hoax politik.
Sepanjang bulan Agustus 2018 hingga April 2019 total ditemukan 1.731 hoax. Hoax politik yang beredar antara lain berupa kabar bohong yang menyerang capres-cawapres, parpol peserta pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).