Medsos Diisukan Dibatasi Sampai 10 Hari, Pedagang Online Protes
Isu tersebut langsung dibantah oleh Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Sri Yunanto
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Rr Dewi Kartika H
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah media sosial (medsos), seperti Instagram, WhatsApp, dan Facebook diisukan dibatasi pemerintah sampai 10 hari ke depan.
Isu tersebut langsung dibantah oleh Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Sri Yunanto.
Saat menjadi narasumber di acara Sapa Indonesia Kompas TV, Sri Yunanto mengatakan pihaknya tak pernah menyebut medsos akan dibatasi hingga 10 hari.
Namun Sri Yunanto juga tak memberikan jawaban pasti kapan tepatnya pembatasan medsos ini berakhir.
"Oh enggak, enggak saya enggak bilang 10 hari, belum diputuskan tergantung situasi," jelas Sri Yunanto.
"Tergantung situasi, karena pada dasarnya memberikan kebebasan juga ke media cetak, kalau kontrol media cetak di dewan pers, kalau media sosial di pemerintah," tambahnya.
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara mengatakan blokir atau pembatasan media sosial akan dibuka jika memang situasi sudah kondusif.
"Tunggu kondusif ya, yang bisa menyatakan suasana kondusif atau tidak tentu dari pihak keamanan. Dari sisi intelijen dari sisi Polri dari sisi TNI, kalau kondusif kita akan buka akan fungsikan kembali fitur-fitur. Karena saya sendiripun merasakan dampak yang saya buat sendiri," ungkap Rudiantara, Kamis (23/5/2019) di Kemenko Pohukam, Jakarta.
Pembatasan media sosial ini rupanya berimbas kepada pedangan batik via online di Pekalongan, Jawa Tengah.
Dikutip TribunJakarta.com dari TribunJateng sejumlah pedagang batik yang memanfaatkan media sosial untuk ajang promosi dan berdagang mengeluh.
Seperti yang diungkapkan oleh Fadlan Ady Daya (31), pedagang batik di Kauman Pekalongon Timur.
Pedagang batik itu mengalami penurunan pendapatan sejak diberlakukannya pembatasan aktifitas media sosial.
"Sejak Rabu lalu saya tidak bisa meng upload foto produk ke semua sosial media dan e-commerce, hal tersebut membuat penjualan via online menurun hingga 20 persen lebih," jelasnya, Kamis (23/5/2019).
Dalam sehari diakui Fadlan, tokonya bisa menjual 15 hingga 30 potong batik di lapak online.
"Transaksi untuk Rabu lalu semua gagal karena saya tidak bisa melakukan komunikasi dengan pembeli melalui media sosial," terangnya.
Untuk berjaga-jaga, Fadlan mencoba memasang aplikasi pihak ketiga untuk mempermudahnya menembus pembatasan aktifitas media sosial.
"Untuk mengakali saya memasang aplikasi Virtual Private Network (VPN), aplikasi tersebut hanya untuk berjaga-jaga," paparnya.
Ia berharap hari ini semua media sosial bisa diakses kembali, agar pedagang batik bisa kembali melakukan promosi lewat media sosial.
"Jika down lagi sampai berhari-hari, perekonomian kami bisa lumpuh. Apalagi jelang Lebaran dan penjualan online hampir 70 persen menyangga perekonomian kami," ujarnya.
Sementara itu, Tina Rachmayanti (29), pedagang busana online asal Karangmalang Pekalongon Timur, mengaku lelah mencoba meng-upload foto maupun video dagangannya.
"Dari kemarin gagal terus, sekarang juga masih susah untuk meng-upload. Hampir semua media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram," kata Tina.
Wanita 29 tahun itu menambahkan, hari ini hanya bisa berkirim pesan lewat teks kepada para pelanggan.
"Saya menggunakan SMS untuk berkomunikasi dengan pelanggan, yang susah saat diminta mengirim foto baju karena foto maupun video tidak bisa terkirim," tambahnya.
Pedagang "Online" di Padang Mengeluh Omset Turun
Para pedagang online di Padang, Sumatera Barat, mulai mengeluhkan turunnya omset akibat dibatasinya penggunaan media sosial oleh pemerintah.
Padahal, konten foto dan video sangat dibutuhkan pedagang online untuk menawarkan barang dagangannya di media sosial.
"Iya, kami sangat mengeluh akibat tindakan pemerintah membatasi penggunaan konten foto dan video di media sosial. Ini sangat berpengaruh terhadap penjualan kami," kata Dewi, kepada Kompas.com, di Padang, Jumat (24/5/2019).
Dewi yang merupakan pedagang kuliner online ini mengaku adanya penurunan omsetnya sejak dibatasinya penggunaan media sosial pada 22 Mei lalu.
Sejumlah konsumen yang mau membeli barang dagangannya terpaksa menunda pembelian karena ingin melihat foto dan video barang dagangannya.
"Sudah ada puluhan calon pembeli yang menunda transaksi karena ingin melihat contoh barangnya melalui foto dan video. Saya hanya bisa mengurut dada saja," kata Dewi.
Hal yang sama juga dialami Dedi, pedagang pakaian online di Padang. Dedi mengaku, sejak dibatasinya penggunaan media sosial, omsetnya berkurang.
"Biasanya dua minggu jelang Lebaran ini sudah banyak pesanan. Tapi karena media sosial dibatasi, pesanan ini berkurang dibandingkan tahun lalu," kata Dedi.
Dedi mengakui, dirinya memang masih bisa menggunakan media sosial dengan menggunakan VPN.
Hanya saja, banyak konsumennya yang tidak menggunakan VPN sehingga tetap saja mengganggu transaksinya.
"Saya menggunakan VPN, tapi konsumen tidak. Jadi sama saja, tetap terganggu," kata dia.
Dedi berharap pemerintah segera membuka blokir pembatasan penggunaan media sosial ini sehingga dirinya dan pedagang online lainnya bisa melakukan perdagangan dengan lancar. (TRIBUNJAKARTA.COM/TRIBUNJATENG/KOMPAS.COM)